IAINUonline – Setiap makhluk yang bernyawa sudah dapat dipastikan akan berinteraksi terhadap makhluk yang lain. Terlebih lagi seorang manusia yang tidak akan pernah luput dari keterkaitan kepada manusia yang lain untuk saling berinteraksi. Entah dari kontak mata, bercakap-cakap, bersentuhan, maupun yang lainnya.
Manusia adalah puncak tertinggi makhluk hidup yang dapat berinteraksi terhadap sesama makhluk hidup yang lain, manusia juga sering dikatakan sebagai makhluk sosial, yang jika diartikan manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup tanpa orang lain, maka akan memunculkan kesimpulan manusia adalah sosok individu yang tidak dapat terlepas dari keterkaitan interaksi terhadap individu yang lain.
Interaksi yang dilakukan oleh setiap individu terhadap satu sama lain terkadang sangatlah berbeda-beda. Entah dari interaksi yang memunculkan dampak positif maupun negatif. Dampak positif di antaranya adalah seperti dengan orang akan membalas sikap baik yang kita lakukan terhadapnya. Bahkan orang akan selalu mempercayai apa yang kita ucap.
Namun akan berkebalikan jika dampak yang dimunculkan tersebut adalah negatif. Di antara suatu contoh adalah orang akan membenci kita hingga sampai-sampai orang akan memiliki gangguan mental jika hal yang kita lakukan terlalu berlebihan terhadapnya. Terlebih lagi terhadap remaja yang mana setiap bertambahnya usia pada remaja akan bertambah juga pola berpikir yang dialaminya tersebut.
Hal ini dapat mengakibatkan para remaja sedikit demi sedikit meninggalkan nilai-nilai moral yang telah diajarkan. Pada saat ini para remaja yang tidak mengerti akan nilai moral akan lebih cenderung membeda-bedakan antara ras, suku, bangsa dan agama.
Hal tersebut akan memicu terjadinya sebuah kasus bullying. Kasus bullying sangat ramai ditemukan di media informasi, seperti di televisi, surat kabar, maupun di media sosial lainnya. Pada 13 Februari tahun 2023 KPAI mengungkap ada 1.138 kasus kekerasan fisik dan psikis yang terjadi terutama di lingkungan sekolah.
Bullying sendiri merupakan sebuah tindakan kekerasan yang dilakukan oleh individu atau kelompok terhadap individu yang lainnya. Baik secara fisik maupun non fisik. Bullying terjadi karena faktor individu yang merasa bahwa dirinya memiliki sebuah kekuasaan dan kekuatan, dan menganggap bahwa orang lain lebih lemah daripada dirinya.
Fakta menunjukkan bahwa pada saat ini kasus bullying lebih banyak terjadi di media sosial. Karena dengan gampangnya mereka akan mengutarakan hal-hal yang sifatnya mengarah ke psikis tanpa diketahui oleh orang lain dengan akun media sosial palsu maupun yang lain.
Bullying dikategorikan menjadi dua bagian yakni bullying fisik dan bullying verbal. Contoh dari bullying fisik di antaranya adalah seperti memukul, mendorong, mencubit, dan menggigit. Bullying verbal contohnya seperti, mengolok-olok, menyindir, menghina, dan menyoraki.
Ada dua faktor yang menyebabkan kasus bullying terjadi, faktor internal dan eksternal. Faktor internal seperti berupa karakteristik kepribadian, kekerasan yang dialami di masa lalu, dan sikap keluarga yang terlalu memanjakan anaknya sehingga menjadi pribadi yang kurang matang. Faktor eksternal yang menyebabkan terjadinya kekerasan adalah faktor lingkungan dan budaya.
Dampak yang terjadi kepada korban ketika tindakan bullying itu dilakukan, di antaranya seperti seseorang akan lebih cenderung murung, tertutup dari komunikasi dengan individu lain. Lebih suka menyendiri, takut, sulit mempercayai orang lain.
Jika hal tersebut terjadi di kalangan remaja atau yang masih duduk di bangku pendidikan akan mengakibatkan menurunnya nilai pada mata pelajaran. Sulit untuk menyaring pelajaran yang disampaikan oleh guru, dan akan merasa tidak percaya diri pada saat di dalam kelas.
Bahkan korban yang mengalami kasus bullying akan cenderung mengalami stres yang berlebih, jika hal tersebut tidak segera ditangani maka akan memicu terjadinya bunuh diri.
Dampak bullying terhadap remaja bisa saja akan berimbas kepada orang tua si korban, karena bisa tumbuh prasangka-prasangka buruk terhadap anaknya sendiri. Bahkan sampai memicu terjadinya sebuah pikiran yang berat.
Hal yang demikian bisa saja akan terjadi jikalau orang tua korban tidak tahu atau bahkan tidak bisa menangani hal yang sedang berlaku tersebut. Hubungan komunikasi antara orang tua dan anak yang kurang baik juga dapat mengakibatkan ketidak tahuan keadaan satu sama lain.
Komunikasi adalah kunci utama sebuah hubungan baik akan terjalin, tidak peduli hal tersebut dimulai dari sang anak maupun dari orang tua semuanya sama-sama penting demi menjaga keharmonisasian keluarga.
Peran guru dan orang tua sangatlah penting bagi seorang remaja ataupun pelajar agar terhindar dari bullying. Hubungan komunikasi yang baik dalam keluarga akan memunculkan respon baik juga terhadap anak yang nantinya akan mendengarkan nasihat yang diberikan oleh orang tua.
Selalu memperhatikan bagaimana keadaan sang anak dalam bergaul, baik di lingkungan rumah maupun di ruang lingkup pembelajaran. Peran guru juga sangat dibutuhkan agar anak dapat terhindar dari kasus bullying tersebut.
Di antaranya adalah guru harus selalu memberi nasihat tentang nilai moral dan keagamaan yang mana akan menuntun si anak yang nantinya akan memiliki rasa empati terhadap sesama teman yang lainnya.
Lalu apakah kasus bullying ataupun penindasan akan terus berkelanjutan? Tentu saja tidak. Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan agar dapat bangkit dari kasus bullying tersebut. Faktor orang tua dan lingkungan yang baik juga faktor penting yang menunjang agar bangkit dari bullying.
Namun menurut beberapa ahli mengemukakan bahwa untuk bangkit dari bullying adalah dengan menggunakan konsep resiliensi. Resiliensi sendiri memiliki makna manusia mampu menangani permasalahan dan mampu bangkit dari suatu kesengsaraan yang dialaminya.
Menurut Reivich dan satte ada 7 aspek resiliensi yang dapat membangkitkan korban dari kasus bullying. Yang pertama adalah emotion regulation (regulasi emosi), yang dimaksud regulasi emosi disini adalah cara dari seseorang untuk mengontrol emosi negatif yang ada dalam diri mereka.
Yang kedua adalah impulse control (pengendalian impuls), dapat dikatakan seseorang harus bisa mengendalikan sikap atau tindakan yang nantinya akan berdampak buruk bagi orang lain.
Yang ketiga ada optimism (optimisme), yang artinya seseorang harus percaya pada kemampuannya sendiri. Yang keempat ada causal analysis (kemampuan menganalisis masalah), diharapkan seseorang mampu menganalisis masalah yang terjadi agar diharapkan tidak berkesinambungan di waktu yang akan datang.
Yang kelima ada emphaty (empati), yang dimaksud adalah seseorang harus bisa memahami akan perbuatan yang dilakukan individu lain. Yang keenam ada self efficacy (efikasi diri) yang artinya adalah evaluasi seseorang terhadap kemampuan untuk melakukan suatu tugas yang akan menghasilkan jawaban yang positif.
Dan yang ketujuh atau yang terakhir adalah reaching out (pencapaian) yang mana hal tersebut untuk merangsang rasa puas terhadap tugas yang telah dicapainya.(*)
Penulis : Syahidin Al Hikam
(Prodi Psikologi Islam, Fakultas Dakwah IAINU Tuban)