IAINUonline – Umat Islam selalu berada digaris terdepan dalam melawan penjajahan. Kita bisa melihat dari serangan kerajaan Demak Bintoro terhadap Portugis dalam merebut kembali selat Malaka. Sultan Agung yang harus melakukan penyerangan terhadap Jayakarta demi merebut dan mengusir penjajah. Pangeran Diponegoro dengan perang gerilyanya hingga menjadikan perang terbesar harus kalah dengan strategi licik dan pengecut bangsa penjajah.

Perjuangan politik dengan munculnya Syarikat Dagang Islam yang diprakarsai Haji Samanhudi dengan pemimpin pertamanya HOS Tjokroaminoto menjadi organisasi politik Islam pertama. Perlawanan tak juga usai dilakukan oleh umat Islam dengan membawa bekal fatwa semangat dari hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari “hubul Wathon minal iman” yang mampu menggerakkan berbagai golongan untuk menjaga keutuhan NKRI.

Dengan seruan “Allahuakbar” bung Tomo, meletuslah peperangan di Surabaya pada 10 November 1945 melawan tentara Britania raya dan India Britania. Selain itu umat Islam melalui para tokoh-tokohnya berperan besar dalam merumuskan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia. Kita bisa sebut beberapa diantaranya adalah bung Hatta dengan kalimat pertamanya “Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia” dan kalimat kedua dirumuskan sendiri oleh bung Karno begitu juga dengan juga Mr. Ahmad Soebardjo yang ikut merumuskan teks proklamasi.

Selain itu ada juga Haji Agus Salim dengan peran strategisnya bagi tegaknya kemerdekaan Indonesia ialah keberhasilannya memperoleh pengakuan de facto dan dejure dari Mesir bagi kemerdekaan Indonesia.
Dalam merumuskan Pancasila, lagi-lagi umat Islam harus berbesar hati dengan dihapusnya sila pertama

“Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dan diganti dengan “Ketuhanan yang maha Esa” demi menjaga persatuan Indonesia.

Kita semua sepakat bahwa kemerdekaan Indonesia tak hanya umat Islam yang memperjuangkan. Tapi peran umat Islam dalam melawan dan memperjuangkan kemerdekaan sudah dimulai sejak kerajaan-kerajaan Islam. Bahkan berbagai bangsa Eropa yang datang di Nusantara dengan membawa tiga tujuan salah satunya adalah menyebarkan kekristenannya tak mampu mengubah keimanan umat Islam namun, yang terjadi semakin kuat keislamannya hingga mampu menjadikan bangsa Indonesia adalah terbesar penduduknya yang memeluk agama Islam.

Rasanya memang pantas jika Islam disebut sebagai jati diri bangsa Indonesia. Hal ini bisa dilihat bahwa umat Islam tak pernah absen dalam memerangi bangsa penjajah sekaligus mengawal berdirinya negara Indonesia. Ungkapan Dr. Douwes Dekker, sebagaimana dikutip oleh tokoh Nahdlatul Ulama, K.H.A. Wakhid Hasjim, “Dalam banyak hal, Islam merupakan nasionalisme di Indonesia dan jika seandainya tidak ada faktor Islam di sini, sudah lama nasionalisme yang sebenar-benarnya (tulen) hilang lenyap.”

Maka dari uraian di atas bisa juga disimpulkan bahwa Islam tak pernah mengajarkan anti nasionalisme. Dengan Islam kita mencintai bangsa dengan Islam kita bersatu membangun bangsa demi kemajuan peradaban masyarakatnya. Ketika muncul Islam anti nasionalis Islam anti kebangsaan maka itu jelas sebuah praktek Devide et Impera yang ingin memecah belah bangsa besar ini.(*)

Faiful Mukshani mahasiswa IAINU Tuban 

Bagikan Berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *