Oleh : Khofifah Nabila Khanana, Manajemen Dakwah IAINU Tuban

IAINUonline

Abstrak

Ahlussunnah wal Jama’ah merupakan istilah yang terbentuk dari tiga kosa kata :yaitu ahl, al-sunnah dan al-jama’ah. Untuk memahami pengertian ahlussunnah waljama’ah secara utuh dan mendalam harus memahami pengertian ketiga kosa kata tersebut secara etimologis (lughowi) dan terminologis (ishtilahi).

Makna lughowi, secara kebahasaan kata ahl memiliki beberapa makna, antara lain bermakna a) family, keluarga dan kerabat, b)istri, misalnya ahl al-rajulzaujatuhu (ahli seorang laki-laki adalah istrinya), c) penghuni, misalnya ahl al-dar (penghuni rumah), d) penguasa, misalnya ahl al-amri wulatuhu (ahli pemerintahan adalah penguasanya), e) penganut dan pengikut, misalnya ahl al-madzhab man yadinubihi (ahli suatu madzhab adalah orang yang mengikuti atau menganut madzhab tersebut) dan f) orang yang telah menetap di suatu tempat dan lain-lain.

Kata al-sunnah, secara kebahasaan bermakna jalan, baik yang diridhoi maupun tidak diridhoi. Kata al-jama’ah secara kebahasaan adalah sekumpulan apa saja dan jumlahnya banyak ( ‘adadukullisyay’in wakatsratuhu ) atau lebih mengacu pada arti sesuatu yang memenuhi dua hal, yaitu sesuatu yang berkumpul dan jumlahnya banyak. Demikian kesimpulan ahlussunnah waljama’ah secara kebahasaan adalah.

Mereka yang mengikuti jalan yang terpuji, yang berkumpul dan jumlahnya banyak .“Makna istilahi ,tidak berbeda dari pengertian secara kebahasaan, kecuali dengan meninjau kata yang menjadi sambungannya. Kata assunnah secara terminologis telah digunakan oleh para ulama dalam beberapa pengertian yang berbeda-beda.

Menurut para ulama ahli hadist mendefinisikan al sunnah dengan apa saja yang disandarkan kepada nabi meliputi ucapan, perbuatan, dan pengakuan yang dapat dijadikan sumber hukum syar’i.

Sementara para ulama ahli akidah menggunakan kata al sunnah terhadap petunjuk nabi. Bahkan pengertian al sunnah dalam konteks ilmu akidah juga mencakup terhadap apa yang dipegang teguh oleh Khulafaur Rasyidin sesudah nabi.

Berkaitan dengan pengertian kata al sunnah yang terdapat dalam istilah ahlussunnah waljama’ah, para ulama cenderung mengambil pengertian yang digunakan dalam istilah ilmu akidah. Kata al jama’ah secara terminologis adalah generasi sahabat, tabi’in, dan generasi sesudahnya yang mengikuti ajaran nabi.

Paparan di atas mengantarkan pada kesimpulan, bahwa ahlussunnah waljama’ah adalah golongan yang mengikuti ajaran yang diridhoi oleh Allah, yaitu ajaran nabi, para sahabat, dan tabi’in serta generasi penerus mereka yang terdiri dari golongan terbesar umat islam dalam setiap masa.

Kata kunci :Pengertian, lughowi, istilahi.

 Pendahuluan

RADIKALISME adalah prinsip-prinsip atau praktik-praktik yang dilakukan secara radikal. Suatu pilihan tindakan yang umumnya dilihat dengan mempertentangkan secara tajam antara nilai-nilai yang diperjuangklan oleh kelompok (aliran) agama tertentu dengan tatanan nilai yang berlaku atau dipandang mapan pada saat itu.

Karena itu pula, radikalisme sering disejajarkan dengan istilah ekstremisme, militanisme, ata ufundamentalisme. Istilah-istilah itu digunakan dalam banyak pengertian yang berbeda-beda, tetapi yang jelas, istilah-istilah tersebut tidak terbatas tertuju pada Islam, termasuk juga tidak terbatas pada kegiatan agama, karena banyak contoh tentang fundamentalisme dalam beberapa gerakan politik yang mempunyai ideologi-ideologis ekuler, jika bukan ateis yang memiliki watak radikal.

Dalam bidang politik, seperti halnya dalam bidang agama, radikalisme atau terkadang disebut fundamentalisme. Diberi arti sebagai suatu pendirian yang tegas dan tidak ragu-ragu bahwa keyakinan-keyakinan tertentu tentang suatu kebenaran biasanya diambil dari teks-teks suci merupakan kewajiban orang-orang beriman untuk menggiatkan kehidupan mereka.

Dan mengarahkan aktivitas-aktivitas mereka sesuai dengan keyakinan-keyakinannya itu, sehingga untuk beberapa hal membenarkan penggunaan istilah militan. Militansi di sini, umumnya terkait pada ciri usaha merombak secara total suatu tatanan politik atau tatanan sosial yang ada dengan menggunakan kekerasan dan dengan semangat militan.

Sikap militan itu ditunjukkan dari gerakan-gerakannya yang bersifat agresif, gemar atau siap berjuang, bertempur, berkelahi, atau berperang, terutama untuk memperlihatkan pengabdian mereka yang total terhadap suatu cita-cita.

Sikap radikal dan tidak-tolerant demikian itu, adalah karena mereka menyederhanakan persoalan yang ada dalam suatu masyarakat secara berlebih-lebihan. Mereka melakukan over simplikasi terhadap persoalan yang ada.

Pilihan kepada sikap radikal demikian itu, sering mengalami ketegangan bahkan terkadang konflik dengan lingkungan mereka sendiri. Dalam suasana ketegangan itu pula, kesan Islam yang rahmatanlil ‘alamin, sering dipertanyakan oleh warga masyarakat luar yang sudah terbiasa hidup di dalam kehidupan yang multikultural dan multi etnik.

Apalagi kalau cara-cara memperjuangkan tegaknya Islam dengan klaim jihad untuk menegakkan amar makruf nahi mungkar tetapi dengan cara-cara kekerasan. Faham radikal seperti ini terjadi dan tumbuh subur di Indonesia sampai saat ini dan ada di depan mata kita. Jika hal ini dibiarkan akan membahayakan kehidupan berbangsa, bernegara serta bermasyarakat di tengah kemajemukan dan kebhinekaan bangsa ini.

Peran Pancasila terlihat sangat dibutuhkan dalam menumpas radikalisme agama di Indonesia. Pancasila sebagai ideologi berarti suatu pemikiran yang yang memuat pandangan dasar dan cita-cita mengenai sejarah manusia masyarakat dan negara Indonesia yang bersumber dari kebudayaan Indonesia, oleh karena itu Pancasila dalam pengertian ideologi ini sama artinya dengan pandangan hidup bangsa atau falsafah hidup bangsa (Rukiyatidkk, 2008: 89).

1.SALAFI-WAHABI

Akhir-akhir ini marak berkembang Gerakan keagamaan yang disebut sebagai gerakan salafi. Mereka sering mengklaim bahwa mereka hadir untuk menghidupkan kembali ajaran ulama salaf untuk menyelamatkan umat dari ‘badai kesesatan’ yang melanda dunia islam saat ini. Acapkali gerakan ini menegaskan bahwa selain kelompok mereka tidak memiliki jaminan keselamatan. Pertanyaan mendasar yang harus diajukan di sini adalah :siapakah sebenarnya kelompok salafi ? Bagaimana komentar serta sikap para ulama terhadap mereka ?

Tulisan ringan ini mencoba berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut secara objektif, ilmiah, dan dapatdipertanggungjawabkan.[1]

2.MENGENAL JATI DIRI SALAFI,

Kelompok yang sekarang mengaku sebagai salafi dahulunya dikenal dengan nama wahabi. Tidak ada perbedaan antara salafi saat ini dengan wahabi. Keduanya ibarat dua sisi mata uang : satu dari sisi memiliki keyakinan dan pemikiran. Lebih dikenal wahabbiyah di jazirah arab, namun ketika diekspor keluar arab mereka mengatasnamakan dirinya sebagai salafi, khususnya setelah bergabungnya Muhammad Nashiruddin Al-Albani, yang mereka pandang sebagai ulama ahli hadist. [2]

Pada hakikatnya, mereka bukanlah salafi atau para pengikut ulama salafi. Mereka lebih tepat disebut sebagai salafi-wahabi, yakni pengikut Muhammad ibn ‘Abdil Wahhab Sulaiman an-Najdi yang dilahirkan di Uyaynah, Najd, Arab Saudi, pada tahun 1115 Hijriah/1703M, dan wafat pada tahun 1206 Hijriah/1792 M.

Pendiri wahabi tersebut sangat mengagumi IbnuTaimiyyah, seorang ulama kontroversial yang hidup di abad ke-8 Hijriah dan banyak memengaruhi cara berpikirnya. [3]

Wahabi berganti baju menjadi Salafi atau terkadang disebut“ Ahlussunnah “ tanpa diikuti dengan kata “ Wal Jama’ah “ karena mereka merasa risih dengan penisbatan tersebut sebelumnya mengalami banyak kegagalan dalam dakwahnya.

Hal itu diungkapkan oleh Prof. Dr. Said Ramadhan Al-Buthi dalam bukunya, as-Salafiyah :Marhalahaz-zamaniyyah al mubarokah La Madzhab Islami mengatakan bahwa Wahabi mengubah strategi dakwahnya dengan berganti nama menjadi “ Salafi “ karena mengalami banyak kegagalan dan merasa tersudut dengan panggilan nama Wahabi yang dinisbatkan kepada pendirinya, yakni Muhammad ibn Abdil Wahhab.

Oleh karena itu sebagian kaum muslim menamakan mereka dengan sebutan“ Salafi Palsu “ atau Mutamaslif. [4]

Untuk menarik simpati umat Islam, Wahabi berupaya mengusung agenda dakwah yang sangat terpuji yaitu, memerangi sirik, penyembahan berhala, pengultusan kuburan, serta membersihkan Islam dari bid’ah dan khurafat. Namun mereka salah kaprah dalam penerapannya, bahkan dapat dibilang dalam banyak hal mereka telah melenceng dari ajaran itu sendiri.[5]

Secara bahasa, kata “ salaf “ ( yang berarti terdahulu ) sudah lama muncul dalam khazanah perbendaharaan Islam. Bahkan sejak pada zaman nabi Muhammad SAW istilah itud ikenal. Sebagai contoh adalah ucapan salam yang diajarkan nabi Muhammad SAW kepada sahabatnya saat berziarah kubur yaitu : “ As-salamualaikum ya Ahla Al Qubur yaghfirullahu Lana walakum.  Antum salafuna wanahnu bi al-atsar ( Keselamatan untuk kalian wahai ahli kubur, semoga Allah mengampuni kamu dan kalian . Kalian adalah para salaf ( pendahulu ) kami, sedangkan kami nanti pasti akan menyusul). “ ( HR. At-Tirmidzi dan ath-Thabranj). Dalam hadist tersebut kata “salaf” yang artinya“ para pendahulu “. Akan tetapi istilah itu sama sekali tidak merujuk sekelompok orang yang memiliki keyakinan sama atau madzhab khusus dalam Islam.[6]

Istilah“ salafi “ sebagai nama sekelompok pertama kali muncul di Mesir pascapenjajahan Inggris. Tepatnya, saat muncul gerakan pembaruan Islam (al-Islah ad-Dini) Pan-Islamisme, yang dipimpin oleh Jamaluddin al-Afghani dan muridnya, Muhammad Abduh diakhir abad ke-19 Masehi.

Muhammad Abduh mengenalkan istilah “ salafi “ untuk menumbuhkan rasa patriotisme dan fanatisme yang tinggi terhadap perjuangan umat Islam, selain untuk membendung pengaruh sekularisme, penjajahan, dan hegemoni Barat atas dunia Islam.[7]

Namun, pengertian dan konteks penamaan “ salafi “ sebagaimana yang diperkenalkan Muhammad Abduh berbeda lagi dengan istilah “ Salafi “ yang kemudian digunakan saat untuk menggelari sekelompok orang yang mengkalim dirinya sebagai satu-satunya penerus ajaran as-salaf ash-shalih ( para sahabat Nabi Muhammad SAW, Tabiin, dan Tabi’u at-Tabiin).

Untuk maksud kedua istilah itu, istilah“ Salafi “ pertama kali dipopulerkan oleh Nashiruddin Al-Albani, sebagaimana terekam dalam dialognya bersama pengikutnya, yaitu Abdul Halim Abu Syuqqah, pada bulan Juli 1999/Rabiul Akhir 1420 H. [8]

Dengan kelalaiannya dalam ‘ mengaduk-aduk ‘ hadis, Nashiruddin Al-Albani yang merupakan pendatang baru dalam kelompok Wahabi dengan lihai meracik nama baru untuk menyegarkan dan meremajakan paham Wahabi yang makin lama makin memiliki citra negatif di dunia Islam. Dia sangat berjasa bagi kelanjutan dakwah salafi-wahabi dengan memunculkan istilah“ Salafi “.

Satu hal yang patut direnungkan, bukankah penggunaan istilah“ Salafi “ seperti itu juga merupakan “ hal baru dalam agama “ alias bid’ah. Mengapa istilah tersebut selalu didengungkan-dengungkan dalam menghantam umat Islam yang lain ?

  1. SEKILAS TENTANG WAHABI DAN PENDIRINYA

Penanaman wahabbiyah sejak semula dinisbatkan kepada Muhammad Ibn Abdil Wahhab. Ia wafat dalam keadaan sangat sepuh, di usia sekitar 91 tahun. Ia mempelajari ilmu agama dasar madzab hambali dari ayahnya yang juga seorang qodhi ( hakim ).[9]

Muhammad ibn Abdil dikenal gemar membaca berita dan kisah orang-orang yang mengaku sebagai nabi, seperti Musailamah Al kadzab, Sajah at-taghlabiyyah, al-Aswad Al unsi, dan Thulaihah al-asadi. Namun, pengetahuan agamanya dianggap kurang memadai, karena ia hanya belajar ilmu agama kepada segelintir guru, termasuk ayahnya sendiri, dalam waktu yang sangat minim dan terputus-putus.

Kenyataan ini diketahui oleh beberapa ulama di antaranya, Dr.Muhammad al-Mas’ari dalam bukunya yang berjudul al-kawasyif al-jaliyyah fi kufri ad-dawlah as-suudiyyah ketika ia menyinggung kondisi awal berdirinya Arab Saudi. Pada buku tersebut menjelaskan bahwa sebelum“ bersekongkol “ dengan keluarga as-saud dan Inggris untuk memberontak kepada kekhalifahan turki utsmani, Muhammad ibn abdil wahhab hanyalah seorang ustadz kampung yang tidak menonjol, biasa-biasa saja, dan bahkan tidak diperhitungkan. Ketokohan dan keulamaannya tidak dikenal sama sekali di antara para ulama yang hidup di masanya.[10]

Muhammad ibn humayd, Mufti Makkah dan tokoh ulama terkenal yang hidup sezaman dengan Muhammad ibn AbdilWahhab, tidak memasukkan nama Muhammad ibn Abdil Wahhab dalam jajaran ulama madzab Hambali.

Padahal ia menyebutkan sedikitnya 800 (delapan ratus) nama ulama dan tokoh madzhab Hambali di zamannya, termasuk Abdul Wahhab, ayah dari Muhammad ibn AbdilWahhab, dalam jajaran para ulama dan tokoh madzhab Ahmad ibn Hambal, dan memuji tingkat keilmuannya.

Dia juga menjelaskan bahwa ayah Muhammad ibn Abdil Wahhab sangat jengkel kepada anaknya itu dengan mengatakan :

يا من ترو ن من محمد من الشر فقدر الله ان صا ر ما ر

“ Betapa kalian akan melihat keburukan yang akan dilakukan oleh Muhammad bin Abdil Wahhab. Allah telah menakdirkan yang akan terjadi pasti terjadi. “

Kenyataan bahwa Muhammad ibn Abdil Wahhab bukan seorang ulama besar juga diakui oleh ulama-ulama Wahabi di dalam ad-durar as-saniyyah, buku rujukan utama ulama Wahabi.

Di sana disebutkan :

ونحب بن عبد الو الذهاب رحمه الله ماادعي امامة الأمة … ماكان احد في حياته منهم بيني اماما

“ Muhammad ibn Abdil Wahhab tidak pernah mengaku sebagai imam… tidak ada seorang pun yang disebut imam pada masa hidupnya “ [11]

Muhammad ibn Abdil Wahhab juga mendapatkan kritik dari Sulaiman ibn Abdil Wahhab, yang tak lain adalah kakaknya sendiri. Sang kakak menganggap keyakin dan paham adiknya itu menyimpang dan nyleneh.

Kritik Sulaiman ibn Abdil Wahhab yang sangat pedas terhadap sang adik dituangkan dalam dua bukunya, ash-shawaiq al-ilahoyyahfiiar-radd al-wahhabiyah dan fashl al-khittab fi ar-radd ‘ala Muhammad ibn Abdil Wahhab. Sulaiman ibn Abdil Wahhab menganggap penting untuk menulis kedua buku tersebut karena melihat adiknya sudah jauh menyimpang dari ajaran Islam.[12]

Pada tahun 1143 H, Muhammad ibn Abdil Wahhab mulai mendakwahkan aliran barunya. Akan tetapi, ayahnya bersama para masyayikh dan guru-guru besar di kampung halamannya berdiri tegak menghalau kesesatannya. Mereka membongkar kebatilan ajakannya, sehingga dakwahnya tidak laku.

Sejak menempuh masa studinya yang singkat, Muhammad ibn Abdil Wahhab memang telah menampakkan gelagat penyimpangan yang besar. Ayahnya dan para gurunya mengingatkan masyarakat akan bahaya penyimpangannya itu dengan mengatakan : “ Anak ini akan tersesat dan akan menyesatkan banyak orang yang Allah sengsarakan dan jauhkan dari rahmat-Nya “.[13]

Barulah ketika ayahnya wafat pada tahun 1153 H, Muhammad ibn Abdil Wahhab mulai leluasa untuk menebar kembali ajakannya di kalangan para awam yang lugu dan tak tahu banyak tentang agama sehingga mereka dengan mudah mau mengikuti ajakannya. Ibnu Bisyr dalam kitabnya ‘ Unwan al-Majd pada jilid 1/8 menceritakan tragedi itu. Yang artinya

“ Setelah Syekh Muhammad ibn Abdil Wahhab sampai ke Huraimila, dia berdialog dengan ayahnya dan mengingkari perilaku bid’ah dan kesyirikan yang dilakukan oleh orang-orang bodoh (baca:umat Islam).

Dia banyak mengingkari hal itu dan semua larangan-larangan, sehingga terjadi perang mulut antara dirinya dengan ayahnya. Kekisruhan yang sama juga terjadi antara dia dengan warga kampungnya.

Hal itu berlangsung selama bertahun-tahun sampai ayahnya wafat pada tahun 1153 H. Setelah itu, dia memproklamirkan dakwahnya”. [14]

Atas tragedi tersebut, para ulama mengecap Muhammad ibn Abdil Wahhab sebagai anak durhaka. Terlebih lagi, ayah kandungnya yang seorang qadhi (pakar ilmu fikih madzhab Hambali) dan sangat paham tentang ajaran Islam, juga seluk-beluk masyarakatnya, telah membantah keyakinans esat anaknya yang telah mencap umat islam sebagai pelaku bid’ah dan syirik.

Dakwah Muhammad ibn Abdil Wahhab yang dianggap menyimpang membangkitkan di Huraimila untuk melawan. Dalam satu peristiwa, Muhammad ibn Abdil Wahhab nyaris terbunuh. Kemudian ia melarikan diri ke kota Uyaynah. Di sana ia merapat kepada Emir (penguasa, walikota) kota tersebut dan menikahi gadis dari salah seorang kerabat Emir itu. Dari sanalah ia memulai kembali dakwahnya dengan membid’ahkan amalan-amalan kaum muslimin pada umumnya.

Namun tidak lama kemudian, masyarakat uyaynah keberatan dengan ajakkannya sehingga mereka mengusirnya dari kota tersebut. Lalu, ia pergi meninggalkan uyaynah menuju Dir’iyah di sebelah timur kota Najd sebuah daerah yang dahulu didiami oleh musailamah al-kadzab yang mengaku-ngaku sebagai nabi di masa Khalifah Abu Bakar.

Muhammad ibn Abdil Wahhab mendapat dukungan penuh dari Emir kota Dir’iyah, yaitu Muhammad ibn Sa’id sehingga warga masyarakat di sana pun menyambut ajarannya dengan hangat. Saat itu, ia bertingkah seperti Mujtahid agung. Ia tidak pernah menghiraukan pendapat imam dan ulama terdahulu maupun yang sezaman dengannya. Padahal semua orang tahu bahwa ia sangat tidak layak untuk mensejajarkan dirinya di barisan para ulama Mujtahid.

Hal itu disampaikan oleh syekh Sulaiman ibn Abdil Wahhab dalam bukunya.[15]Sebagai kakak kandung, ia tahu persis bagaimana perilaku dan kondisi adiknya itu. Dalam bukunya itu, yang menurutnya sesat dan menyimpang dari ajaran Islam. Salah satu pernyataan syekh Sulaiman adalah sebagai berikut yang artinya:

“ Pada hari ini masyarakat tengah ditimpa bencana besar dengan kemunculan orang yang mengaku berpegang dan beristinbat dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dia masa bodoh dengan orang-orang yang menyalahinya dianggap kafir olehnya. Begitulah, sementara ia tidak memiliki satu pun kriteria sebagai seorang ahli ijtihad. “ [16]

  1. SEJARAH DAN MATA RANTAI SALAFI DI INDONESIA

Sejak awal tahun 1980-an ,terjadi perkembangan dakwah yang agak berbeda di Indonesia mulai muncul ke permukaan kelompok-kelompok dakwah seperti Tarbiyah ( Ikhwanul Muslimin ), Jamaah Tabligh (JT), Hizbut Tahrir ( HT), Jamaah Islamiyah (JI) dan lain-lain.

Nama salafi mulai populer di Indonesia sekitar tahun 1995 bersamaan dengan terbitnya majalah salafi yang dibidani oleh Ja’far Umar Thalib dan kawan-kawan.

Salafi sebenarnya adalah nama lain dari Wahabi, yang sudah ada sejak abad ke 18 di Dir’iyah, Arab Saudi, yang ditandai dengan adanya upacara sumpah penetapan Ibnu Saud sebagai emir dan Muhammad Ibn Abdil Wahhab sebagai imam urusan agama pada tahun 1744 M. Tahun itu menjadi tonggak awal perjuangan dakwah Wahabi di Arab Saudi hingga ke mancanegara.[17]Dinamakan Wahabi karena dinisbatkan kepada nama pendirinya Muhammad Ibn Abdil Wahhab. Selanjutnya, untuk srategi dakwah, Wahabi berganti nama menjadi salafi

  1. PERB EDAAN SALAFI-WAHABI DAN AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH

Sebelum menjelaskan perbedaan antara ajaran –ajaran pokok salafi wahabi dengan ahlusunnah waljamaah terlebih dahulu akan dipaparkan ajaran-ajaran oleh salafi wahabi. Beberapa penikiran keagamaan salafi wahabi yang berbeda dengan ajaran yang dihayati oleh kaum muslimin pada umumnya adalah sebagai berikut.[18]

Wahabi melakukan al-tajsim dan al-tahyis. Mereka memaknai ungkapan-ungkapan yang dikaitkan dengan allah seperti halnya istiwa ,jihat , al-jismiyah,al-maji dalam makna hakiki bukan majasi.[19]

Wahabi mengafirkan orang yang tidak sepaham dengannya. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh syeh sulayman.

Syeh Sulaiman mejelaskan bahwa wahabi mengklaim Al-quran as sunah dan berijtihad sendiri, lalu memaksa orang lain untuk mengikuti pemahamanya.

Wahabi menuduh syirik orang orang yang bermadzab dan taklid

Wahabi membagi tauhid menjadi tiga bagian yaitu, tajwid ulahiyah, tajwid rububiyah dan tauhid al asmawa ash shifat

Wahabi melarang tawasul dengan nabi Muhammad saw sebagaimana kita ketahui bahwa pemahaman kegiatan dari kalangan wahabi berbeda dengan mayoritas kaum muslimin yaitu ahlusunnah waljamaah. Misalnya saja dalam memandang hukum tawasul dan istigosah.

Maka karena itu dalam kesempatan ini perlu dijelaskan ide dasar dari tawasul itu sendiri. Allah telah menetapkan bahwa urusan-urusan di dunia ini terjadi berdasarkan hukum kausalitas, sebab akibat.

Sebagai contoh, sekalipun Allah sesungguhnya maha kuasa untuk memberikan pahala kepada siapapun yang tidak beramal soleh, namun pada kenyataan ini pun tidak demikian. Allah justru memerintahkan manusia untuk beramal soleh dan melakukan perbuatan baik lainnya yang akan mendekatkan dirinya kepada Allah swt.

Sesuai yang dijelaskan di dalam Al-quran surat al-maidah /5:35 bahwasanya kita semua disuruh bertakwa kepada Allah swt dan mencari jalan yang mendekatkan kepadanya, dan berjihadlah pada jalan Allah swt supaya mendapat keberuntungan di hidup kita.

Dari penjelasan ayat tadi bahwasanya Allah telah menjadikan tawasul dengan para nabi dan wali sebagai sebab dipenuhinya permohonan seseorang hamba. Padahal Allah maha kuasa untuk mewujudkan tanpa sebab-sebab tersebut.

Jadi tawasul adalah sebab yang dilegitasi oleh syariat sebagai sarana dikabulkan permohonan hambanya.

Begitu pula dijelaskan pada hadis soheh riwayat usman ibn hunayf bahwasanya rosullah mengajarkan untuk berdoa dengan mengucap beberapa kalimat yang artinya “ ya allah aku memohon dan memanjatkan doa kepadamu dengan nabi kami Muhammad, nabi pembawa rahmat wahai Muhammad, sesungguhnya aku memohon kepada tuhanku dengan engkau berkait dengan hajatku agar dikabulkan”

Setelah melaksanakan petunjuk dari rosullullah orang buta tersebut benar-benar diberikan kesembuhan oleh Allah swt .

Para ahli hadist memasukkan hadist di atas dalam karya-karya mereka . Seperti Imam Ahmad dan Imam Tirmidzi yang menilainya berkualitas hasan sahih, an nasa’I dalam amal al yawmwal al Laylah, ibnu khuzaimah dalam assahih. Ibnu majah dalam al-mujam al kabir dan al-mu’jam as shagir, serta at tabrani dalam ad-dua’ keduanya menilai hadis tersebut sahih.

KESIMPULAN

Kelompok yang sekarang mengaku sebagai salafi dahulunya dikenal dengan nama wahabi. Wahabi berganti baju menjadi Salafi atau terkadang disebut“ Ahlussunnah “ tanpa diikuti dengan kata “ Wal Jama’ah “ karena mereka merasa risih dengan penis batan tersebut sebelumnya mengalami banyak kegagalan dalam dakwahnya .

Untuk menarik simpati umat Islam, Wahabi berupaya mengusung agenda dakwah yang sangat terpuj iyaitu, memerangi sirik, penyembahan berhala, pengultusan kuburan, serta membersihkan Islam dari bid’ah dan khurafat.

Secara bahasa, kata “ salaf “ ( yang berarti terdahulu ) sudah lama muncul dalam khazanah perbendaharaan Islam, Istilah “ salafi “ sebagai nama sekelompok pertama kali muncul di Mesir pasca penjajahan Inggris.

Tepatnya, saat muncul gerakan pembaruan Islam (al-Islah ad-Dini) Pan-Islamisme, yang dipimpin oleh Jamaluddin al-Afghani dan muridnya, Muhammad Abduh di akhir abad ke-19 Masehi. Muhammad Abduh mengenalkan istilah“ salafi “ untuk menumbuhkan rasa patriotisme dan fanatisme yang tinggi terhadap perjuangan umat Islam, selain untuk membendung pengaruh sekularisme, penjajahan, dan hegemoni Barat atas dunia Islam.

Dengan kelalaiannya dalam ‘ mengaduk-aduk ‘ hadis, Nashiruddin Al-Albani yang merupakan pendatang baru dalam kelompok Wahabi dengan lihai meracik nama baru untuk menyegarkan dan meremajakan paham Wahabi yang makin lama makin memiliki citra negatif di dunia Islam.

Dia sangat berjasa bagi kelanjutan dakwah salafi-wahabi dengan memunculkan istilah“ Salafi “. Satu hal yang patut direnungkan, bukankah penggunaan istilah“ Salafi “ sepertiitu juga merupakan “ hal baru dalam agama “ alias bid’ah. Mengapa istilah tersebut selalu didengungkan-dengungkan dalam menghanta mumat Islam yang lain .

Radikalisme adalah prinsip-prinsip atau praktik-praktik yang dilakukan secara radikal. Suatu pilihan tindakan yang umumnya dilihat dengan mempertentangkan secara tajam antara nilai-nilai yang diperjuangkan oleh kelompok (aliran) agama tertentu dengan tatanan nilai yang berlaku atau dipandang mapan pada saat itu.

Karena itu pula, radikalisme sering disejajarkan dengan istilah ekstremisme, militanisme, atau fundamentalisme. Peran Pancasila terlihat sangat dibutuhkan dalam menumpas radikalisme agama di Indonesia.

Pancasila sebagai ideologi berarti suatu pemikiran yang yang memuat pandangan dasar dan cita-cita mengenai sejarah manusia masyarakat dan negara Indonesia yang bersumber dari kebudayaan Indonesia, oleh karena itu Pancasila dalam pengertian ideologi ini sama artinya dengan pandangan hidup bangsa atau falsafah hidup bangsa

 

DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Idrus Ramli., BekalPembelaAhlussunnah Wal Jama’ahMenghadapiRadikalisme SALAFI-WAHABI (Aswaja Center 2013)

KH Asep Saifuddin Chalim., AswajaPedomanUntukPelajar,Guru, dan Warga NU (Emir Cakrawala Islam 2017)

[1] Nur khalik ridwan, membelah ideologi kekuatan wahabi (yogyakarta: tanah air 2009) h.262

[2] Hasan ibn ali segaf al-salafiyahal wahabiyah  ( beirut dan lebanon: dar al imam at rawwi .n) h.20

[3] Najd sekarang masuk kedalam kawasan riyadh, arab Saudi

[4]Hasan ibn ali ibn as saqaf at tamdid ( ammam ,yordania diar al imam anwawi 1413 H ) h.27

[5] Persis seperti ungkapan sayidina ali yang terkenal ketika menumpas kaum khuwarij, para sahabat nabi ,imam imam madzab ,ulama ulama salaf dan umat islam yang tidak sejalan dikafirkan oleh mereka ,bahkan mereka tak segan untuk memusnahkanya. Lihat Aqidah ahlusunnah wal jamaah karya hasan ali ibn assaqif ,dir al imam an nawawi ,cet .1. h2013 dan seterusnya

[6] At tirmidzi ,rajullu dakhula al maqdabir ,IV/2018 ,Al mujam al kabir ,BAB III ,X/254,no 12447

[7]Muhamaad abu zahrah tirikh al mazdhib  al islamiyah al fiqhiyah ( kairo: dir al arabi .r.r) h. 232

[8]Lihat majalah as summuh ,edisi 06 /IV/1420 h. 20-25

[9]ibna Bisry , ‘Unudin al majid , jilid 1 h. 6

[10] Dr. Muhammad al masyari assadiyah Riyadh,arab Saudi ,lampiran pertama lihat juga laman www.ummah.net/edit

[11] Muhammad ibn abdl wahhib dkk,Abdurrahman ibn Muhammad ibn al qosim al-ashuni al qalahimi . cet v.diral qasim ,Riyadh ,arab Saudi ,1413 H. Jilid IX .b.9

[12]Buku ini pertama dicetak oleh mathbaah nukhbah,bombai/india,1306 H. kuno dan maktabah iyak katbawi Istanbul turqi 1399 H

[13] Jamil shidqi az zahawi al-fajr ash-shidiq (kairo 1323) h. 4

[14]Tahqiq Abdurrahman ibn abdl latif ibn ali syaikh ,dar al malik ibn abdul aziz ,Riyadh ,arab Saudi ,cet IV 1982 M/1402 H,Jilid 1 h. 8

[15]sulaiman muhamad ibn abdil wahab ,tahqiqi Ibrahim Muhammad al-batawi ,dar al-iman,kairo mesir h-7 bukuini juga pernah di terbitkan sebelumnya oleh maktabah isyaq katbawi Istanbul turqi 1399 , kisah ini juga diceritakan oleh ulama sejarah rujukan wahabi usman didalam unwan al majd.

[16] Ahmad ibn zayni dahlan , ash-shadiq al haluyyah fi at-radd’al-wahabiyah ,h.5

[17]churten allen ,gods tenoruts ,the wahabi cull and the hidden roots of modern (Cambridge capo prent.2006) h.52

[18] Muhammad awadh al-khatib al-wahdiyyah ,fikram ira Muhammad (T.t al-miraj ,2000)h.74-104

[19] Muhammad awadh al-khatib al-wahdiyyah ,fikram ira Muhammad ,h.70

Bagikan Berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *