Oleh : Lathifatul Aulia, (Mahasiswa PPL IAINU 2025 di SMAN 1 Tuban)

Metode pembelajaran bermain peran (role playing) merupakan salah satu metode pembelajaran sosial yang menugaskan siswa untuk memerankan suatu tokoh yang ada dalam materi atau peristiwa yang diungkapkan dalam bentuk cerita sederhana.

Metode pembelajaran bermain peran (role playing) pertama kalinya dipelopori oleh George Shaftel dengan asumsi bahwa bermain peran dapat mendorong siswa dalam mengekspresikan perasaan serta mengarahkan pada kesadaran melalui keterlibatan spontan yang disertai analisis pada situasi permasalahan kehidupan nyata.

Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di kelas X-H SMAN 1 Tuban berlangsung dengan penuh semangat dan antusiasme. Metode role play atau bermain peran ini diterapkan dalam pembelajaran untuk menghidupkan materi dan meningkatkan pemahaman siswa.

Dalam sesi ini, siswa memerankan berbagai situasi yang berkaitan dengan nilai-nilai Islam, khususnya dalam Bab VIII “Menghindari Akhlak Madzmumah dan Membiasakan Akhlak Mahmudah Agar Hidup Lebih Nyaman dan Berkah”. Mereka dibagi menjadi enam kelompok, kemudian masing masing kelompok mengambil undian yang berisi skenario yang berbeda beda, siswa diberi waktu 10-15 menit untuk memahami peran untuk dimainkan.

Melalui peran yang dimainkan, mereka belajar secara langsung mengenai konsep akhlak dalam kehidupan sehari-hari.

Pada materi yang cukup ringan ini, bagaimana supaya kondisi kelas tetap efektif dan tidak monoton dalam proses pembelajaran berlangsung, Metode ini menjadi solusi untuk menghidupkan suasana kelas. Siswa yang biasanya pasifpun di kelas justru berani tampil dan menunjukkan pemahamannya dengan cara yang menyenangkan.

Salah satu siswa kelas X-H, Aisha Arishanti Kirana Putri, mengungkapkan bahwa metode ini cukup cocok untuk kita mengenali lebih dalam tentang materi yang telah diajarkan, selain tidak monoton, metode ini juga seru.

Terlebih dahulu kami disuruh mencaritahu tentang penokohan suatu peran yang diberikan, agar dapat masuk ke role playing dan dapat mudah diterima oleh teman teman penonton” ujarnya.

Untuk jam siang yang kebiasaan mengantuk menjadi semangat karna metode pembelajaran bermanin peran ini, namun kelemahannya siswa yang tidak menguasai peran membuat suasana membosankan bagi penonton” Akmal Fawwaz Abidin menambahkan.

Keberhasilan metode ini juga terlihat dari evaluasi yang dilakukan setelah kegiatan. Mayoritas siswa mampu menjelaskan kembali konsep-konsep yang dipelajari dengan baik. Beberapa diantaranya bahkan memberikan refleksi dan pemikiran kritis terkait peran yang mereka mainkan.

Dengan hasil positif ini, diharapkan metode role playing dapat menjadi alternatif menarik dalam pembelajaran PAI maupun mata pelajaran lainnya. Pendekatan yang interaktif dan melibatkan pengalaman langsung terbukti mampu meningkatkan keterlibatan serta pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan.(*)

Bagikan Berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *