IAINUonline
“Jika menghendaki untuk kehancuran suatu negeri. pertama, kaburkanlah sejarahnya. Kedua, hancurkan bukti-bukti sejarah bangsa itu sendiri. Ketiga, putuskan hubungan mereka dengan leluhur”
(By Juri Lina)
Pendidikan sebagai ujung tombak kehidupan
Pendidikan adalah ujung tombak kehidupan, peranannya yang sangat penting pada kehidupan masyarakat tidak berlebihan jika kita beranggapan seperti itu. Nabi Muhammad sendiri berpesan pada umatnya “Carilah ilmu mulai dari buaian sampai masuk pada liang lahat“. Dengan pendidikan kita akan bisa mendapatkan ilmu yang kita harapkan. Kemajuan suatu negara pun bisa dilihat dari kemajuan pendidikannya.
Bisa kita lihat bagaimana sejarah telah menulis tentang hebatnya peradaban Islam di masa Abbasiyah dengan kemajuan ilmu pengetahuannya dan mampu menyinari dunia. Prof. Dr. Raghib As-Sirjani dalam bukunya “Sumbangan Peradaban Islam Pada Dunia” menuliskan pendapat Will Durant dalam karyanya The Story’ Of Civilization bahwa “Kaum muslimin telah mewariskan dari Yunani sesuatu yang hebat apa yang diwarisinya dari ilmu-ilmu zaman kuno.
Dari kutipan tersebut bisa dikatakan jika tidak ada peran dari umat Islam maka dunia tidak akan mengenal apa itu filsafat. Dari sini kita bisa belajar bahwa umat Islam mencapai puncak kejayaannya melalui pendidikan ilmu pengetahuan.
India pun pernah menjadi satu negara besar dan adikuasa pada masanya, dimana rajanya yang bernama Ashoka mampu menjadikan India sebagai bangsa yang berperadaban hebat bahkan umat islam sendiri belajar pada India dalam bidang ilmu perbintangan. Hebatnya peradaban India, tentu tak lepas dari majunya pendidikan yang digagas oleh raja Ashoka.
Atas kebijakan tersebut India menempati kedudukan kedua sesudah negara Yunani. Lewat peran umat Islam pada cintanya terhadap ilmu pengetahuan, kita bisa merasakan buku-buku filsafat karya Plato, Aristoteles dan lain sebagainya sampai saat ini “.
Beralih ke Nusantara, dalam sejarah Nusantara sendiri, pendidikan mempunyai peran penting dalam membentuk karakter masyarakatnya. Perubahan yang sangat luar biasa pada masa kerajaan Demak Bintoro, Mataram Islam, mampu menghasilkan insan paripurna yang memiliki ilmu sosial dan agama yang mumpuni.
Didikan Walisongo tentang bagaimana manusia mampu hidup berdampingan dengan pluralitas yang ada, dan hal itu berkelanjutan dan menjadi karakter bangsa Indonesia hingga saat ini.
Tak lupa seorang wanita hebat bernama Rahmah El Yunusiyah, sang reformator yang membangun lembaga pendidikan khusus bagi wanita. Karena kepeduliannya terhadap pentingnya Pendidikan bagi wanita. Yang membuat takjub adalah, bahwa apa yang dia lakukan tersebut mampu menginspirasi universitas Al Azhar Mesir untuk membangun kulliyatul banat, sekolah yang dikhususkan untuk wanita.
Pemerintah Dan Pendidikan
Berbicara tentang pemerintah dan pendidikan ibaratkan sebuah wadah dan air. Wadah adalah bentuk dari pemerintah dan air sebagai Pendidikan didalamnya. Dari analogi tersebut dapat kita simpulkan bahwa apapun bentuk pendidikannya akan memperlihatkan bagaimana bentuk kebijakan pemerintahanya itu sendiri. Pembukaan UUD 1945 memberikan amanat bahwa pemerintah Indonesia harus mencerdaskan bangsa.
Pemerintah diwajibkan untuk mengusahakan satu sistem pendidikan nasional bagi seluruh rakyat Indonesia. Di Indonesia sendiri, program anggaran pemerintah untuk Pendidikan saat ini sebesar 20 persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Ketika kita membahas pemerintah dan Pendidikan, maka secara tidak langsung pendidikan akan berhadapan dengan kebijakan-kebijakan pemerintah itu sendiri.
Majunya pendidikan tak terlepas dari peranan politik. Pendidikan di Indonesia diatur sedemikian rupa dalam undang-undang dasar 1945 tentang pelaksanaan pendidikan yang diatur secara tegas, yaitu pasal 29 termasuk amandemennya. “Pendidikan menjadi tanggung jawab dan kewajiban negara dan didukung oleh seluruh rakyatnya”.
Peran politik dalam dunia pendidikan bisa dilihat dari bagaimana negara membangun jalan pikiran dan mencetak masyarakatnya mencapai daya intelektualitas yang tinggi melalui materi pendidikan dan kurikulum yang diberikan.
Pendidikan dan perjalanannya
Berdasarkan seminar “Dinamika Perubahan Pendidikan dan korelasinya dengan sejarah, sosial dan politik”. Cak Jamal salah satu dosen di IAINU Tuban, sebagai narasumber menjelaskan. Masa kerajaan Islam merupakan salah satu dari periodesasi perjalanan sejarah pendidikan islam di Indonesia.
Hal ini dikarenakan lahirnya kerajaan islam yang disertai berbagai kebijakan dari penguasaanya saat itu sangat mewarnai sejarah Islam di Indonesia. Terlebih-lebih, agama Islam juga pernah dijadikan sebagai agama resmi negara/kerajaan pada saat itu.
Jika dikaitkan pada realitas Pendidikan yang terjadi saat ini, siapa yang menjadi penguasa, dia akan meluncurkan kebijakan. Kita tahu kurikulum di Indonesia sudah melalui perjalanan Panjang, sejarah mencatat dari mulai tahun 1947, 1952, 1964, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006, 2013 dan yang terbaru sekarang adalah kurikulum merdeka belajar yang diluncurkan pada februari 2022 lalu.
Tentunya perubahan tersebut melalui beberapa pertimbangan dari kondisi sosial budaya, politik, dan perkembangan teknologi. Yang dalam konteks sistem kita harus mengikuti.
Narasumber melanjutkan. Salah satu lembaga pendidikan Islam yang dulu hingga saat ini semakin berkembang adalah pendidikan pesantren, Bahkan banyak masyarakat umum yang belum mengetahui bahwa bapak Pendidikan nasional Ki Hadjar Dewantara pernah Nyantri di pondok pesantren dalam beberapa tahun di Kawasan Kalasan, Prambanan dibawah bimbingan kyai Sulaiman Zainuddin. Mengapa pesantren?
Karena di pesantren inilah yang menggembleng ilmu agama dan sosial, yang menjadi ujung tombak dari kondisi krisis pendidikan di Indonesia akibat tersistemnya posisi penjajah yang menghegemoni pendidikan tersebut. Sehingga pada posisi ini pesantren berupaya untuk melawan penjajahan dengan cara memperbaiki kualitas pendidikanya.
Cak Jamal juga menyinggung tentang “Keadaan sosial dan politik yang secara tidak langsung sangat mempengaruhi pendidikan dan lembaga pendidikan di indonesia” salah satunya adalah politik etis (politik balas budi) yang di prakarsai oleh Van de Venter. Kemudian selang dari hasil kebijakan tersebut munculah ordonansi yang sangat merugikan pihak pendidikan Islam di Indonesia kala itu.
Yang akhirnya menyebabkan terjadinya dualisme sistem pendidikan yaitu antara Pendidikan umum dan Pendidikan swasta berbasis Islam yang bisa kita lihat dan rasakan sampai saat ini. Hal ini juga menjadi alasan H. Agus Salim yang tak menyekolahkan anaknya di pendidikan formal kala itu.
Mengutip dari buku Agus Salim diplomat jenaka penopang republik. Seri buku saku tempo : Bapak Bangsa (2013). H. Agus Salim menganggap bahwa Pendidikan saat itu adalah system Pendidikan colonial. H. Agus Salim tidak ingin anak-anaknya dicekoki pemikiran dan kebudayaan penjajah.
Beliau juga menilai Pendidikan saat itu sangat diskriminatif, seperti memberi nilai rendah bagai siswa pribumi meskipun kemampuan mereka sama atau bahkan melebihi orang belanda. H. Agus Salim juga menilai sekolah belanda bukan mendidik kemandirian jiwa, melainkan mendidik untuk kepentingan penjajah.
Penulis : Ahmad Ainur Rifa’i, Dian Efendi, & Faiful Muchani.