IAINUonline
“Gadis yang pikirannya sudah dicerdaskan, pemandangannya sudah diperluas, tidak akan sanggup lagi hidup di dalam dunia nenek moyangnya”
(R.A Kartini)
Nusantara tempat Perempuan Hebat Pengukir Sejarah.
Berdasarkan catatan sejarah, Jawa adalah tempat laki-laki pemberani, gagah, dan tangguh. Mulai dari Raja Kertanegara dari Singasari, Hayam Wuruk dari Majapahit, hingga Pati Unus dari Demak Bintoro.
Dan masih banyak lagi raja-raja ataupun kesatria-kesatria hebat dari jawa seperti Patih Gajah Mada, Adipati Ranggalawe, dan lain sebagainnya. Oleh karena itu, masyarakat Jawa sangat kental sekali dengan budaya atau sistem patriarki.
Namun, di tengah masyarakat Jawa yang kental dengan sistem patriarki, fakta sejarah membuktikan bahwa pada masa Jawa kuno tak sedikit perempuan-perempuan hebat pengukir sejarah yang memiliki peran dan pengaruh yang besar. Di antaranya adalah Ratu Sima, Tribuwanatunggadewi dan Ratu Kalinyamat. Yang terlahir sebagai perempuan tangguh dan tidak akan pernah terlupakan.
Ratu Shima, pemimpin perempuan yang tegas dan adil
Ratu Sima berasal dari kerajaan Ho-ling atau dalam bahasa Indonesia dilafalkan dengan kerajaan Kalingga. Kebanyakan para ahli menyebutkan bahwa kerajaan Kalingga terletak di Pulau Jawa, lebih tepatnya Jawa Tengah. Ratu Sima terkenal sebagai pemimpin yang sangat tegas dan adil.
Dikutip dari buku Perempuan-perempuan Pengukir Sejarah karangan Mulyono Atmosiswartoputra, ada sebuah kisah yang menceritakan tentang betapa tegas dan adilnya Ratu Sima.
Dikisahkan, ada seorang raja yang bermaksud menyerang Ho-ling. Raja tersebut bernama Ta-shih. Sebelum menyerang, Raja Ta-shih terlebih dulu mengamati situasi kerajaan Ho-ling. Caranya dengan meletakkan pundi-pundi emas di tengah jalan. Rakyat Ho-ling yang terkenal dengan kejujurannya, tidak ada yang berani mengambil benda tersebut.
Uang emas itu tetap tergeletak selama tiga tahun tanpa ada seorang pun yang berani menyentuhnya. Setiap orang yang lewat didekat benda tersebut, akan menyingkir dan menjauhi benda yang bukan miliknya itu.
Suatu hari, pundi-pundi emas tadi, tanpa sengaja, tersentuh kaki putra mahkota. Mengetahui hal ini, Ratu Sima marah besar. Ratu Sima yang terkenal sangat tegas dan adil dalam memerintah, tidak pandang bulu dalam memberikan hukuman bagi orang yang bersalah, meskipun itu putranya sendiri.
Ratu Sima memutuskan hukuman mati bagi putrannya karena berani menyentuh barang yang bukan miliknya.
Para menteri yang mendengar putusan itu langsung memohon ampun atas kesalahan putra mahkota. Hukuman pun “diturunkan” menjadi potong kaki karena menurut para menteri kaki putra mahkota yang bersalah. Permohonan para menteri pada Ratu Sima tidak hanya berhenti sampai di situ. Mereka masih memohonkan ampun bagi putra mahkota. Beruntung, putra mahkota hanya dijatuhi hukuman jari-jari kakinya yang dipotong.
Mendengar berita penerapan peraturan yang sangat tegas dan adil tersebut, Raja Ta-shih menjadi takut dan mengurungkan niatnya untuk menyerang kerajaan Ho-ling.
Tribuwanatunggadewi, perempuan pertama yang menjadi Raja Majapahit
Sri Tribhuwanatunggadewi Maharajasa Jayawisnuwardhani yang memiliki nama asli Dyah Gitarja merupakan Raja Majapahit III. Menukil dari buku Sejarah Raja-Raja Majapahit karya Sri Wintala Achmad. Ketika menjabat sebagai raja, Tribhuwanatunggadewi dihadapkan pada pemberontakan Sadeng dan Keta. Namun melalui Adityawarman dan dirinya sendiri, pemberontakan itu berhasil ditumpas sampai ke akar-akarnya.
Setelah pemberontakan Sadeng bisa dipadamkan. Diangkatlah Gajah Mada menjadi Patih Amangkubhumi menggantikan Aria Tadah. Melalui dukungan dari Sumpah Palapa Gajah Mada, sang Ratu memperluas wilayah kekuasaan dengan menundukkan Bali dan menakhlukkan sisa-sisa wilayah Sriwijaya. Kerajaan Majapahit semakin menjadi kerajaan yang besar dari hasil kepemimpinan sang Ratu.
Pada akhirnya Ratu Tribuwanatunggadewi kembali menjadi Rani Kahuripan yang tergabung dalam Shaptaprabhu yaitu semacam dewan pertimbangan kerajaan. Dan dinobatkanlah Hayam Wuruk sebagai Raja Majapahit, Hayam Wuruk merupakan putra dari sang Ratu Tribuwanatunggadewi.
Ratu Kalinyamat, pemimpin muslimah tangguh yang ditakuti bangsa Portugis
Ratu Kalinyamat yang bernama asli Retna Kencana, putri dari Sultan Trenggono merupakan tokoh muslimah pemimpin Jepara yang ditakuti oleh bangsa Portugis. Seperti halnya bupati sebelumnya yaitu Pati Unus, Ratu Kalinyamat juga bersikap anti terhadap Portugis.
Pada tahun 1550 Raja Johor mengirimkan surat kepada Ratu Kalinyamat untuk berjihad melawan Portugis.
Ratu Kalinyamat mengirimkan 40 kapal yang berisi 4.000-5.000 pasukan bersenjata untuk memenuhi permintaan Raja Johor guna membebaskan Malaka dari cengkeraman Eropa. Namun serangan pertama dipukul mundur oleh Portugis.
Semangat patriotisme yang tidak pernah luntur itu kembali dikobarkan dengan serangan kedua yang di luncurkan oleh Ratu kalinyamat, atas ajakan Sultan Aceh untuk melakukan ekspedisi dan menyerang kembali bangsa Portugis. Namun serangan kedua pun tetap tidak bisa mengalahkan bangsa Portugis.
Meskipun kedua serangan tersebut tidak berhasil mengusir bangsa Portugis, namun hal itu membuat Jepara amat disegani. Ratu Klinyamat telah menunjukkan bahwa dirinya adalah perempuan yang gagah berani, sehingga bangsa Portugis pun merasa jera berhadapan dengannya.
Perempuan harapan bangsa
Perempuan-perempuan hebat di Nusantara ini akan terus berlanjut. Hal ini dapat dibuktikan dalam perjalanan bangsa Indonesia, banyak dari kaum feminis yang turut serta berkontribusi dalam memajukan dan mempertahankan harga diri bangsa ini. Banyak pahlawan nasional dari kaum perempuan seperti Nyi Ageng Serang, Cut Nyak Dhien, Raden Ajeng Kartini, Rasuna Said dan lain sebagainya.
Berlanjut sampai saat ini, ada beberapa pemimpin perempuan yang hebat seperti Khofifah Indar Parawansa Gubernur provinsi Jawa Timur, Tri Rismaharini Menteri Sosial, Ida Fauziyah Menteri Ketenagakerjaan, dan masih banyak lagi menteri-menteri perempuan yang ikut andil dalam pemerintahan.
Dari pernyataan-pernyataan di atas bisa dikatakan bahwa Jawa bukanlah penganut sistem patriarki. Pada realitasnya perempuan Jawa adalah cerminan kesetaraan gender. Perempuan Jawa bisa melakukan apa saja yang mereka inginkan, dari bidang ekonomi, pendidikan, maupun politik.
Semoga Ibu Pertiwi selalu menakhlikkan perempuan-perempuan hebat di masa depan untuk kesejahteraan dan kemakmuran bangsa yang besar ini. (*)
Penulis : Dian Efendi.