Penulis : Dwi Aminatus Sa’adah

“Siapa yang cita-citanya menjadi polisi?” tanya seorang guru menggema ke segala penjuru kelas.

“Saya Bu, Saya Bu, Saya Bu”, beberapa siswa saling bersahutan. Seolah mereka saling berebut ingin menjadikan profesi itu sebagai jalan hidupnya. Tidak ada yang salah dengan cita-cita anak sekecil mereka.

Namun di bangku paling pojok, ada seorang anak yang sedari tadi tidak pernah mengangkat tangannya ketika Bu Guru menyebutkan beberapa profesi. Bu Guru akhirnya penasaran dan menanyakan ke murid tersebut.

‘’Kamu ingin jadi apa nak ketika dewasa?’’ tanya guru dengan rasa penasaran.

Murid pun menjawab dengan rasa antusias

“Saya ingin menjadi penjaga parkir di toko buku Bu,” seisi kelas pun menjadi riuh penuh dengan tawa. Sang guru pun sedikit tersenyum. Dan lagi tidak ada yang salah dengan cita-cita anak sekecil mereka.

Singkat cerita murid tersebut menjelaskan bahwa kenapa ia memilih menjadi penjaga parkir di toko buku. Murid tersebut terinspirasi oleh kerendahan hati seorang penjaga parkir di dekat rumahnya. Ketika tukang parkir itu selesai memberi arahan parkir, ia selalu mengucap “selamat datang” dengan penuh senyuman. Mungkin senyum itu yang menginspirasi anak tersebut yang tidak ia temui dalam profesi lain. Tukang parkir yang sangat berdedikasi dengan pekerjaannya.

Sepenggal cuplikan cerita dalam ruang kelas tersebut dapat kita pahami bahwa semua cita-cita itu tidak ada yang salah, tidak ada yang buruk, dan tidak ada yang sia-sia.

Namun sebenarnya karakter yang menyertai cita-cita itulah yang harus dibangun dengan baik. Mona Sugianto seorang psikolog anak, menegaskan bahwa saat memiliki sebuah cita-cita, kita juga perlu mengevaluasi karakter yang akan dibangun. Sebab, karakter tersebut sangat mendukung konsistensi seorang anak dalam meraih impiannya.

Selain itu, membangun impian dengan karakter yang kuat dari seorang anak itu seperti menanam benih di kebun. Semakin awal kita menanam, semakin besar kemungkinan kita untuk melihatnya tumbuh dan berkembang. Ketika anak-anak mulai memahami apa yang mereka inginkan, mereka bisa mulai merancang langkah-langkah untuk mencapainya.

Membangun impian sejak usia dini sangat penting karena impian memberi arah dan tujuan dalam hidup. Ketika seseorang mulai mengenal dan merumuskan impian dari kecil, mereka bisa lebih fokus dalam mencapai tujuan tersebut, meski terkadang perjalanan untuk mencapainya tidak selalu mudah.

Di usia emas atau golden age, seorang anak juga masih memiliki energi, rasa ingin tahu, dan keinginan untuk belajar yang besar, yang bisa menjadi modal berharga untuk berkembang.

Dengan dukungan yang tepat, seperti pendidikan yang baik dan lingkungan yang positif, mereka bisa mengembangkan keterampilan dan kepercayaan diri yang diperlukan untuk mengejar impian mereka. Ini juga membantu mereka belajar tentang ketekunan dan kerja keras, yang sangat penting dalam mencapai tujuan.

Jadi, membangun impian sejak dini bukan hanya tentang pencapaian, tetapi juga tentang ketekunan, keberanian untuk menghadapi tantangan, serta proses belajar dan tumbuh yang akan membentuk karakter mereka di masa depan.

Ketika seorang anak menjadi dewasa dan telah mencapai cita-cita yang ia impikan, maka yang membuat ia mulia dan bermanfaat tidak hanya dengan profesinya. tetapi yang lebih besar dari itu yaitu karakter yang kuat.(*)

 

Bagikan Berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *