Sumber Gambar : solo.co.id


Indonesia, beragam suku bangsa dan daerah begitu juga dengan bahasannya, Indonesia kaya akan keragaman flora fauna dan bahasa mulai Sabang sampai Merauke. Dari bahasa daerah, bahasa indonesia, bahasa melayu ataupun bahasa jawa (krama) dan masih banyak lagi. Jawa adalah salah satu pulau di Indonesia yang kental akan budaya dan bahasa santunnya, salah satunya daerah Yogyakarta. Pendidikan kebudayaan dan karakter di Yogyakarta sangat mendukung apalagi didaerah keraton.

Pendidikan moral atau juga bisa disebut dengan tata krama adalah pendidikan yang bukan mengajarkan tentang akademika, namun lebih mengutamakan etika, khususnya tentang sikap dan perilaku sehari-hari dilingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat umum. Menjadi hebat tidak harus pintar, tetapi orang pintar itu memang sesuatu yang hebat. Namun kehebatan dan kepintaran tanpa adanya moral atau sikap yang baik maka tidak ada gunanya.

Seperti seorang pendidik yang tidak memiliki moral atau tata krama yang baik maka tidak disegani peserta didiknya, mengapa demikian? Karena mereka kurang memahami tentang nila-nilai moral. Intelegensinya tidak imbang dengan spiritual yang dimiliki.

Di era serba milenial ini para orang tua muda di daerah pedesaan banyak yang mengajarkan pada anaknya bahasa indonesia baik dengan sebayanya maupun yang lebih tua darinya, ini menandakan bahawa bahasa daerah krama inggil sudah mulai luntur dikalangan generasi muda karena minat pada krama inggil menurun dan dianggap sulit dalam mempelajarinya.

Sedangkan dipulau jawa ini khususnya daerah jawa timur dan jawa tenggah bahasa krama inggil sangat menonjol, banyak keunikan dalam bahasa jawa seperti kata “aku” dalam bahasa jawa disebut kulo (untuk kalangan sebaya ) dan dalem (untuk kalangan orang yang lebih tua), ada juga kata kamu disebut sampeyan (untuk kalangan sebaya ) dan panjenengan (untuk kalangan orang yang lebih tua).

Bahasa krama inggil inilah yang dianggap paling halus dan sopan, karena di tiap tingkatan umur seseorang ada bahasanya tersendiri, bahasa krama inggil sering sekali digunakan di sekitar keraton dan pondok pesantren salaf, para santri yang begitu ta’dzim dengan kyai dan dengan bahasa santun cara berkomuksinya.

Seperti firman Allah swt dalam surat Isra’ ayat 23:

وَقَضٰى رَبُّكَ اَ لَّا تَعْبُدُوْۤا اِلَّاۤ اِيَّاهُ وَبِا لْوَا لِدَيْنِ اِحْسَا نًا ۗ اِمَّا يَـبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَاۤ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَاۤ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.”(QS. Al-Isra’ 17: Ayat 23)

Telah dijelaskan pada ayat diatas bahwa seorang anak diwajibkan berbuat baik pada kedua orang tuanya dan tidak diperbolehkan berkata “ah” dalam artian berkata kasar pada mereka dan dianjurkan berucap dengan perkataan yang baik, baik disini yang dimaksud adalah dengan berbahasa krama atau bahasa yang santun didaerahnya.

Berkata santun bukan hanya diwajibkan pada kedua orang tua saja, kepada adik tingkat, teman sebaya maupun orang luar yang lebih tua. Bertutur kata ini dijelaskan juga dalam firman Allah penggalan surat Al-Baqoroh ayat 83 yang berbunyi:

وَقُوْلُوْا لِلنَّاسِ حُسْنًا

“Dan bertutur katalah dengan baik”

Penggalan ayat diatas menjelaskan bahwa memang kita sebagai makhluk Allah dianjurkan bertutur kata yang baik kepada setiap orang. Islam tidak pernah membeda-bedakan antar agama Islam dengan agama yang lain. Islam mengajarkan sikap toleransi pada siapapun makhluk Allah tidak lain halnya dengan seseorang yang non muslim kita juga dianjurkan bertutur kata dengan baik dan santun.

Sebagai generasi muda kita harus melestarikan budaya khas daerah. Khususnya budaya berbahasa krama, melalui belajar dari menghafal kosa kata bahasa indonesia, bahasa jawa ngoko dan bahasa jawa krama inggil. Kemudian mengomunikasikan dengan masyarakat setempat. Dapat dilestarikan juga melalui pengajaran disekolah dalam muatan lokal, disamping guru menerangkan tentang pelajaran seorang guru setidaknya juga menerapkan bahasa krama inggil ketika berkomunikasi dengan siswa.

Semoga artikel ini bermanfa’at dan dapat dijadikan motivasi dalam membangun semangat generasi mudah untuk belajar dalam bebahasa krama inggil.

 

Penulis : Saidatul Rokimah

Bagikan Berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *