Gambar : Foto Mbah Kung ketika Dakwah di Masjid Rahmat


IAINUonline – Kami kenal beliau sejak tahun 1960 ketika duduk di bangku Sekolah Rakyat sekarang Sekolah Dasar di SRN Pandanagung Soko Tuban. Beliau Guru Agama di sekolah kami yang kedua sedang yang pertama adalah KH Shofwan Hadi dari Jenu.

Perlu kami sampaikan, bahwa pelajaran agama Islam di sekolah saat itu tidak wajib diikuti oleh murid, sehingga kalau murid atau wali murid tidak setuju murid bisa keluar dari ruangan kelas.

Pengalaman kami saat itu selaku ketua kelas di panggil menghadap Kepala Sekolah isinya menyampaikan hal itu beliau mengatakan “Koncomu kandani nek gak seneng pelajaran agama ayo metu wae, pelajaran ndonyo wing bingung malah dikon melajare akhirat bereng” maklum Kepala Sekolahnya memang tokoh PKI tingkat kecamatan semacam Komisaris Kecamatan saat itu.

Namun kami di rumah dididik agama semua, sehingga bisa mengindahkan perintah Kepala Sekolah itu. Kedua guru agama Islam itu sangat piawai dalam mendidik anak-anak yang menggunakan metode cerita atau mendongeng sehingga sangat disenangi murid-murid meskipun sebulan sebelum datang guru agama Islam itu dengan aktif dan masif terus memprovokasi dari kelas ke kelas.

Demikianlah situasi sekolah saat Pak Ahmad Zamachsari mengajar di sekolah Rakyat Negeri dimana saat itu satu guru agama Islam harus mengajar di dua sekolah kadang lebih, saat itu Pak Zamak panggilan akrabnya mengajar di dua Sekolah yaitu SRN Pandanagung dan SRN Prambontergayang.

TANAH KELAHIRAN.

Pak Zamachsari, dilahirkan pada tanggal 01 Pebruari 1938di Bangilan Tuban suatu kota Kecamatan yang ada di pelosok dari kota Kabupaten Tuban yang masyarakatnya sangat agamis sejak dulu sehingga Pak Zamachsari sejak kecil sudah ditempa dengan lingkungan pergaulan dan nilai agamis, yakni Bangilan.

Bangilan yang kemudian menjadi daerah yang terkenal karena telah melahirkan tokoh-tokoh agama yang terkenal secara nasional bahkan internasional. Sebut saja yang ulama salaf seperti KH Misbah Mustofa saudaranya KH.Bisri Musthofa.

Di Tuban ada KH Munir Maliki ketua PPP, KH Munir BA pegawai Kemenag dan dosen UNSURI sekarang IAINU, KH Kholilurrahman Syuriah PCNU dan juga pernah dosen UNSURI sekarang IAINU, sedang yang tingkat nasional bahkan internasional KH Abdul Muchid Muzadi dan KH Hasyim Muzadi.

PENDIDIKAN.

Kerena Ahmad Zamachsari dilahirkan di daerah agamis maka sejak kecil sudah menerima pelajaran agama melalui ngaji di langgar yang kemudian setelah besar melanjutkan mondok di pesantren Pantura Jawa Tengah yang waktu itu sudah terkenal terutama di masyarakat Bangilan yaitu di Pondok Pesantren Sarang Rembang.

Hingga beberapa tahun dan dari tempaan di Pondok Pesantren Sarang itulah di kemudian hari menjadi bekal beliau baik ketika menjadi guru agama Islam maupun menjadi Kyai dan Penceramah.

Sekolah formal lebih banyak beliau tempuh sambil bekerja semisal SLTP PGA 4 th , PGA 6 tahun berikutnya S1 yakni Sarjana Muda yang ditempuh di UNSURI yang kemudian menjadi STITMA sekarang IAINU. Dan karena bangga dengan Almamaternya berikut anaknya yang ke 5 dinamakan dengan Zumrotul Unsuriyah.

Pak Zamak merupakan salah satu contoh alumni STITMA sekarang IAINU yang patut diteladani dan dibanggakan sebagai buah penanaman Aqidah dan akhlak yang terbentuk di bangku kampus yang menanam akhlak sebagai mana implementasi Ta’lim Muta’alim terutama penghormatan kepada guru dan orang tua.

Selain Pak Zamak banyak alumni UNSURI /STITMA sekarang IAINU yang tokoh masyarakat dan tokoh Pendidikan yang tersebar di seluruh kabupaten Tuban dan sekitarnya termasuk di Jawa Tengah.

Pak Zamachsari contoh dan suri teladan mahasiswa yang santun dan juga kritis terutama bidang agama karena memang  alumni Pondok Pesantren Sarang dan juga guru agama Islam yang senior.

Namun tetap taat patuh, tawadlu’ dan disiplin baik saat mengikuti kuliah maupun ujian. Ingat saat untuk bisa menempuh ujian akhir harus lulus laboratorium Bahasa Inggris dan Laboratorium Bahasa Arab dikendalikan langsung dari IAIN SunanAmpel Surabaya sekarang UINSA.

Dan ujian Lembaga Bahasa ini menjadi momok para mahasiswa saat itu. Belum lagi saat itu ujian akhir harus menempuh ujian negeri cicilan ( UNC ) yang pelaksanaannya tempatnya bergantian antara STITMA Tuban, UNSURI Lamongan, UNMUH Paciran, STIT Muhammadiyah Karangasem Paciran dan STlT Roudlotul Tholabah Kranji Paciran Lamongan.

Sehingga biayapun saat itu relatif besar. Namun Pak Zamachsari tetap disiplin mengikuti sesuai alur dan kebijakan Kampus tanpa ada protes atau minta kebijakan khusus sampai akhir perkuliahan. Sampai wisuda Sarjana Muda dengan gelar BA.

MENJADI GURU AGAMA ISLAM.

Pak Zamak terhitung masih muda sudah menjadi guru bahkan menjadi guru agama Islam setelah lulus SLTA yaitu PGA 4 th tetapi karena orang pecinta ilmu sehingga terus mengikuti peningkatan kualitas pendidikan sampai mencapai sarjana muda dengan gelar BA.

Beliau mulai jadi guru dengan pangkat golongan I ,dan mengajar mulai dari di pelosok dan perpindah pindah dari desa satu ke desa yang lain.  Baru setelah punya ijazah Sarjana Muda dengan gelar BA baru meningkat menjadi guru agama Islam di tingkat SMP yaitu di SMP Negeri 3 Tuban. Dan berikutnya setelah lulus ujian pengawas beliau naik menjadi Pengawas Pendidikan Agama Islam ( PPAI ).

Setelah pensiun dari Pegawai Negeri tahun 1998 beliau tidak berhenti mengajar dan mengaji tapi terus membina umat lewat beberapa organisasi  diantaranya : Pengurus P2 A. Kecamatan yang membina masyarakat di tingkat Kecamatan kota Tuban. Ketua Majlis Ulama tingkat Kecamatan kota Tuban. Pengurus MWCNU Kecamatan kota Tuban.

Juga Pembina PC LDNU Tuban, selain beliau juga sebagai Imam dan Khotib di beberapa Masjid di antaranya Masjid Besar Baiturrahim , Masjid Rahmat dan lainnya. Juga masuk Da’i Poda Jatim untuk wilayah Kabupaten Tuban.

Pada pengabdian di usia senja beliau yang membawa kepopuleran di seantero Tuban adalah keaktifan beliau sebagai penceramah di beberapa radio di antaranya Radio RKPD/ Pradaswara,RGR dan Radio Masjid Rahmat.

Dengan suara yang khas yang mencerminkan kesepuhan sebagai Kyai Sepuh dengan menyapa pendengar dengan sebutan : Putu-putuku membuat pendengarnya terpukau bagai tersedot magnet” Mbah Kung” sebutan beliau Akhir2 ini sampai akhir hayatnya.

Hampir semua masyarakat Tuban yang gemar mendengarkan Radio dan gemar mendengarkan ceramah bimbingan rohani selalu merindukan suara beliau. Seakan – akan masyarakat selalu mengharapkan beliau tetap panjang umur sehingga tetap membimbing umat.

GURUKU, KYAIKU, SESEPUHKU telah pergi.

Masyarakat Tuban bagaikan disambar petir selah tanggal 29 Juli 2021 jam 15.30 mendengar berita beliau Bapak KH Ahmad Zamachsari BA dipanggil oleh menghadap Sang Kholiq untuk memperoleh tempat yang layak di sisiNya. Inna lillahi wa inna ilaihi Raji’un.

Semoga diterima semua amal Sholehnya dan diampuni semua salah dan dosanya serta Husnul khatimah serta ditempatkan di Roudlotul Jannah Aamiin aamiin aamiin ya Rabbal Alamiin. Beliau meninggalkan seorang istri dan 6 anak yaitu : – M. Isnaini, – Al Ma’shumah , – Imam Talkis ,- Elmi Ubas, – Zumrotul Unsuriyah dan Ani Rahmat.

SEORANG TOKOH yang SEDERHANA.

Tempaan hidup di pedesaan yang agamis menjadikan Bapak KH Ahmad Zamachsari BA Tokoh hidup tangguh meskipun menjadi guru, menjadi Kyai dan Penceramah yang cukup dihormati orang banyak , namun kepribadian beliau tetap sederhana baik tutur kata, cara perpakaian, kendaraan bahkan rumah beliau tetap menempati rumah di Perumahan biasa.

HAJI dari UANG AMPLOP yang ditabung.

Beliau berangkat haji tahun 2006 saat kami menjadi Petugas Ketua Kelompok Terbang atau Kloter. Saat sebelum berangkat kami sowan ke beliau sebagaimana biasa beliau selalu cerita dan memberi nasehat.

Apa lagi dengan saya beliau selalu ingat ketika sekolah Rakyat Negeri Pandanagung Soko yang saat itu belum punya gedung sehingga menempati rumah penduduk. Satu bangunan dibagi dengan kandang sapi sehingga kalau sapinya kencing murid harus lari menghindar. Ini selalu diingat beliau dan Kepala Sekolah yang tokoh PKI menantu Pak Lurah yang kaya raya.

Di akhir cerita beliau bercerita dengan tekanan suara yang sungguh-sungguh , bahwa untuk biaya haji ini beliau menabung bertahun-tahun dari uang amplop yang berasal dari pemberian orang setiap selesai ceramah. Beliau berpesan kepada istrinya “Bu uang gaji cukup untuk makan dan belanja, maka uang amplop ini saya simpan di umplong (kaleng) jangan sekali kali dibuka atau diambil karena saya kumpulkan nantinya untuk biaya berangkat haji”

Betul, diperkirakan sudah cukup dengan ditambah sebagian uang gaji barulah dibuka dan langsung digunakan untuk daftar haji. Ingat saat itu daftar haji kalau masih awal tahun bisa langsung berangkat pada tahun itu, tidak seperti sekarang harus menunggu 30 tahun lebih.

Demikianlah kenangan kami terhadap seorang tokoh, guru, Kyai dan sesepuh yang selalu memberi siraman hati dengan sejuk. Selamat Jalan Pak KH Ahmad Zamachsari, selamat jalan guruku, selamat jalan KYAIKU SESEPUHKU. Surga menunggumu.

Tuban, 1 Agustus 2021

Penulis : Kasduri Al Anshori. (Dosen IAINU Tuban)

Bagikan Berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *