Sumber Gambar : majalahjustforkids.com
Di sebuah hutan belantara, tinggallah peri-peri dan beberapa ekor serangga. Mereka tinggal bersama dalam sebuah rumah bunga. Mereka biasa mencari serbuk bunga yang berada di tengah hutan. Namun, beberapa hari ini monster jahat sedang mengintai para warga hutan. Para peri dan serangga-serangga ketakutan. Mereka terus bersembunyi di dalam rumah bunga. Tak ada yang berani keluar dari rumah tersebut, kecuali seorang peri kecil pemberani yang suka berpetualang.
***
Pada siang hari, peri kecil tersebut merasa kelaparan, sementara persediaan makanan mengering. Maka ia memutuskan untuk keluar dari rumah bunga itu, dan pergi untuk mencari makanan sendiri. Dengan kedua sayap lembutnya, ia terbang. Bersenandung ria, mencium serbuk bunga, menghirup udara segar, dan menikmati indahnya alam yang sudah lama tak ia rasakan. Sampai ia melihat bunga matahari elok dan menawan. Ia memetik bunga tersebut. Namun tiba-tiba…
“Argh!”
Ribuan monster keluar dari dalam semak-semak. Wajahnya menyeramkan. Gigi-giginya tajam. Ia kecil, bulat, bermata merah. Monster itu berusaha untuk menggigit peri kecil tersebut. Peri kecil itu berhasil menghindar. Ia terbang sekuat tenaga berusaha untuk menjauh dari monster jahat itu. Napasnya tersengal. Tenaganya hampir habis. Sampai di sebuah pohon pinus besar, seekor monster jahat berhasil menghadangnya. Peri kecil ketakutan, wajahnya pucat. Setelah beberapa saat, sekawanan peri dewasa datang untuk menyelamatkan peri kecil itu. Dengan tangan kosong mereka bertempur.
“Hei! Kau monster jahat, sini lawan kami!” teriak salah satu peri dewasa.
Perlawanan pun terjadi. Peri kecil hanya mampu melihat dari balik pohon besar. Kakinya terus gemetaran, matanya menyipit, mulutnya bergumam mendoakan para peri dewasa. Namun naas, para peri dewasa gugur. Si monster jahat memiliki kekebalan tubuh yang sangat luar biasa. Mereka sama sekali tak goyah, walau terkena dentuman keras dari tangan peri dewasa.
Si peri kecil menjadi sangat ketakutan, tak ada lagi yang bisa menyelamatkan nyawanya dari monster jahat.
Ia kembali terbang, melewati pohon-pohon dan semak-semak. Salah satu anggota monster menyabet salah satu sayapnya. Dia terpelanting jatuh. Sayapnya rusak, itu membuatnya tak dapat menggunakan sayapnya terbang. Sementara si monster semakin dekat. Dia berusaha berdiri, lalu berlari.
“Aku harus kuat,” gumam peri kecil itu.
Persis sepuluh langkah dari tempatnya berada, ia melihat sebuah rumah mungil beratap seperti jamur. Ia menggedor-gedor pintu tersebut. Berusaha untuk meminta tolong.
“Dor-dor-dor. Apa ada orang di dalam? Tolong saya! bukakan pintu ini!” teriak peri kecil itu ketakutan.
Seorang kurcaci datang membukakan pintu tersebut. Dari luar pintu, terlihat delapan kurcaci yang sedang mengintip kehadirannya.
“Masuklah, Nak,” ucap kurcaci yang terlihat sudah tua.
“Ada apa, hingga membuatmu ketakutan, Nak?” tanya kurcaci tua itu.
“Di luar ada monster yang mau menangkapku, Nek, tolong aku!” pinta peri kecil itu.
Salah seorang kurcaci lain mengintip keluar jendela. terdapat ribuan monster yang sedang menunggu. Mereka bersiap untuk menerkam siapa saja yang keluar dari rumah itu.
“Itu monster Corona, Nek,” ucap salah satu kurcaci lain.
“Corona, Nek?” tanya peri kecil.
“Iya, Nak, Corona merupakan monster jahat yang siap menerkam siapa saja yang berani keluar rumah tanpa alat pelindung,” jelas kurcaci nenek.
“Dia hanya akan mati dengan ramuan sabun ajaib,” lanjutnya.
“Ramuan sabun ajaib?” tanya peri kecil lagi.
“Iya, ramuan sabun ajaib itu adalah salah satu ramuan yang paling ditakuti oleh monster itu,” jelas nenek kurcaci.
Lalu, atas perintah nenek kurcaci, para kurcaci itu membuat sebuah ramuan sabun ajaib, sebagai senjata untuk melawan monster corona. Setelah ramuan siap, mereka menggunakan alat pelindung diri. Mereka menutup hidung dan mulut mereka dengan selembar kain, dan mencelupkan tangan mereka ke dalam wadah yang berisi ramuan sabun ajaib itu.
“Cucu-cucuku, kalian siap?” tanya nenek kurcaci.
“Siap, Nek.” Dengan peralatan yang lengkap, mereka membuka pintu rumah jamur. Satu-persatu kurcaci, dan juga peri kecil melawan monster corona.
Peperangan sengit terjadi. Baru setengah menit peperangan, si monster mengeluarkan senjata pamungkasnya. Kami terjatuh bersamaan. Kami berusaha bangkit. Namun sayang, tak sempat kami bangkit, salah satu anggota lain menyerang lagi.
“Tak ada cari lain cucuku, mari kita lumuri tubuh kita dengan ramuan sabun ajaib, lalu lemparkan ramuan ajaib ke arah monster corona!” seru nenek kurcaci.
Ribuan monster corona yang hendak menyerang akhirnya terjatuh, terkena lemparan ramuan sabun ajaib, lalu musnah, menghilang dari tanah. Para kurcaci dan peri kecil berhasil memenangkan peperangan ini.
“Yeiii, berhasil,”ucap kurcaci bungsu penuh bangga.
Tubuh peri kecil itu memar, keadaan sayapnya semakin buruk akibat serangan tadi. Ia sangat menyayangkan keadaan ini. Jikalau ia tak keluar rumah, pastilah ia tak akan kehilangan separuh sayapnya, akibat monster corona.
Di dalam rumah jamur, si nenek kurcaci memberikan nasihat kepada peri kecil, “Peri kecil, sangatlah penting menjaga kebersihan diri. Para monster tersebut akan mudah dikalahkan oleh orang yang rajin membersihkan diri dan lingkungan sekitar. Bawalah ramuan ini, Nak, untuk bekal perjalananmu kembali ke rumah, karena mungkin akan ada monster-monster lain yang siap untuk menyerangmu. Percikkan ramuan ini di sekitar rumahmu.Dan jangan coba-coba untuk keluar rumah lagi, kalau tidak ada keperluan penting. Pulanglah! ayah dan ibumu pasti khawatir akan keadaanmu.”
Peri keci itu kembali ke rumah. Ia berjalan seorang diri, menyusuri hutan. Dengan peralatan pelindung diri, dan ramuan sabun ajaib yang diberi nenek.
Kini peri kecil tak berani lagi ke luar rumah. Ia bersama peri-peri dan beberapa serangga, lebih rajin untuk menjaga kebersihan diri mereka, dan juga lingkungan di sekitarnya. Ia juga pandai membuat ramuan sabun ajaib itu, dan mengajarkannya kepada para warga hutan.
“DA-DA jauh-jauh corona. Lekas pulih dunia. Percayalah, semua akan baik-baik saja,” ucap peri kecil.
“Ingat! Jangan berani-berani keluar dari rumah lagi,” gurau si serangga.
***END***
Penulis : Naeny, Mahasiswa IAINU Tuban
Editor : M. Zaqin