Oleh : Ali Fauzi

Ditinjau dari segi prosesifnya, sastra tak lain hanyalah cara kita memahami dunia sekeliling kita melalui imajinasi kita. Dari perspektif inilah muncul  pendapat bahwa sastra itu refleksi kehidupan nyata.

Artinya, sastrawan dengan kemampuan inderanya merekam dan merespon berbagai peristiwa dalam kehidupan dan memproses peristiwa tersebut di dalam dunia ide, lalu menuangkannya dalam bentuk karya sastra.

Agar karya sastra menarik, maka sastrawan dapat mendramatisir dan menambah ingredient dengan bumbu penyedap sehingga karyanya beraroma estetis. Oleh karena itu, di dalam karya sastra tentu ada unsur fakta dan fiksi dengan berbagai variannya dan salah satu karya sastra tersebut adalah drama berjudul “King Lear” (Raja Lear).

“King Lear” ditulis oleh Shakespeare pada periode ketiga karir sastranya pada 1602-1608.  Sebagai media kritik sosial terhadap penguasa kerajaan Inggris, istana yang menjadi pusaran sebab carut marutnya kerajaan akibat perilaku, sikap dan watak jahat penuh umbar nafsu liar akan tahta, harta dan cinta para aristokrasi kerajaan.

Dikisahkan, Lear adalah raja Inggris, sudah tua, pikun dan mabuk pujian. Dia membagi harta dan tahta kerajaan kepada ketiga putrinya, Goneril, Regan, dan Cordelia.

Sifat mabuk pujian menjadikan Lear blunder dan tidak bijak dalam pembagian warisan. Ini terlihat dari cara membagi warisan yang didasarkan pada seberapa ungkapan cinta anak kepada dirinya.

Kesempatan ini dimanfaatkan oleh dua putri pertama, Si Rakus Goneril dan Regan. Mereka merayu ayahnya dan bilang bahwa cinta mereka pada ayahnya lebih dari segalanya termasuk para suami mereka. Putri ketiga, Cordelia,  masih gadis, berakhlak permata,  hanya diam dan dalam hati dia tulus dan wajib sebagai anak mencintai ayahnya.

Akhirnya harta dan tahta dibagi dua untuk putri pertama dan kedua dan putri ketiga tidak dapat apa-apa dan malah diusir dari istana. Pembagian warisan tidak bijak dan sifat rakus dua putri inilah yang menggerakkan alur cerita dan mempertegas ketragediannya dengan Bloodshed, Revenge Idea and Violence berakibat kehancuran di akhir cerita.

Fakta dan Fiksi dalam Drama King Lear          

Aspek Setting  

Setting adalah tempat, waktu dan nuansa saat terjadinya peristiwa dalam cerita. Setting drama King Lear tampak historis dan riel karena konten drama ini kombinasi antara drama sejarah dan legenda.

Istana kerajaan Inggris yang di dalam cerita menjadi tempat kediaman Raja Lear, sekitar istana yang terdapat tanah lapang berumput, bersemak tempat Lear berteduh saat hujan dan badai, saat Lear di usir dari istana oleh putri pertama dan kedua, Si durhaka Regan dan Goneril.

Serta pantai Dover (Dover Beach) tempat Lear dianiaya kedua putrinya tersebut dan berharap dapat bantuan dari putri ketiganya si bidadari Cordelia,  itu fakta.

Sedangkan adanya Raja Lear dan peristiwa serta kejadian yang ceritakan dalam drama dengan setting tempat dan waktu antara tahun 1602-1608 di Inggris, itu hanya imajinasi.             

Aspek Karakter

Shakespeare menciptakan dua alur cerita berbentuk Paralel Plot yang saling berkelindan. Satu plot bercerita tentang Lear sebagai pemeran utama dan tokoh protagonis berakibat terjadinya konflik dengan putri pertama dan kedua, Goneril dan Regan.

Konflik liar menghancurkan segalanya dan berakhir di saat putri ketiga Cordelia datang membantu ayahnya walau sudah agak terlambat. Di sisi lain juga terdapat plot yang menceritakan kisah  Gloucester, Edgar dan  Edmund sebagai pelengkap plot utama semakin mempertegas ketragedian, dan menambah estetika drama ini.

Shakespeare mengkonstruksi drama ini begitu hebatnya sehingga tokoh cerita tampak nyata,  walaupun sebenarnya semua karakter tersebut hanya imajinasi.  Aspek Peristiwa

Pembagian Warisan Tidak Adil

Lear membagi warisan dengan cara yang tidak adil. Dia tidak bijak dan melakukan blunder karena membagi warisan dengan menggadaikan cinta anak kepada orang tua. Dia memberi warisan dengan parameter ungkapan cinta anak kepada dirinya.

Ini direspon oleh 2 putri rakusnya Goneril dan Regan dengan ungkapan cinta yang berbunga-bunga kepada ayah. Dua putri ini Goneril suamikan Duke of Albany dan Regan bersuamikan Duke of Cornwall. Masing-masing mendapat sepertiga dari harta dan tahta ayahnya. Cordelia, putri ketiga, yang selama ini taat kepada orang tua dan meyakini anak wajib cinta kepada orang tua, hanya diam melihat kerakusan kakak-kakaknya.

Dia tidak mau mengungkapkan rasa cinta kepada ayahnya karena itu sudah kewajiban dan tidak perlu diungkapkan. Melihat Cordelia hanya diam, Lear marah dan memberikan hak waris Cordelia  sepertiga bagian tersebut kepada Goneril dan Regan.

Jadi Cordelia tidak mendapatkan warisan, malah dia diusir dari istana kerajaan karena dianggap sebagai putri yang tidak tau diri dan tak mau diuntungkan. Pembagian warisan yang tidak adil dan berdasarkan suka dan tidak suka itu seringkali terjadi di dalam dunia nyata, akan tetapi yang di akukan oleh Lear dalam cerita ini hanyalah imajinasi.

Bertengkar Rebutan Pemuda

Bertengkar memperebutkan pria atau wanita yang sama sering terjadi di dunia nyata. Hal ini juga terjadi di dalam dunia fiksi yang merupakan refleksi kehidupan nyata. Tampaknya Goneril dan Regan mulai jatuh cinta pada Edmund walau mereka sudah mempunyai suami.

Goneril berusaha keras mendapatkan Edmund, begitu juga Regan. Di akhir cerita mereka saling membunuh. Goneril membubuhkan racun di makanan Regan.

Dan Duke of Albany, suami Goneril yang mengetahui kejahatan istrinya, memasukkan dia ke dalam penjara yang akhirnya bunuh diri di dalamnya.

Tidak lama kemudian Edmund dibunuh oleh Edgar dalam peperangan yang penuh dengan intrik dan pengkhianatan.

Perubahan Pola Fikir dan Munculnya Sekulerisme

Era Renaisance merubah pola fikir dan menyebabkan lahirnya materialisme dan sekulerisme. Renaisance telah merubah sikap dan mental bangsa eropa, ilmu pengetahuan mulai menguasai semua sektor kehidupan.

Ketaatan kepada gereja dan otoritas tradisi mulai ditinggalkan sehingga lahirlah generasi yang mendewakan kebebasan, individualis, realis, pekerja keras untuk mendapatkan kemulyaan hidup yang bergaya sekuler.

Fakta ini tercermin juga dalam drama King Lear dimana nuansa cerita di dominasi oleh unsur materialisme dan pola fikir nonteologis tercermin pada cara pembagian warisan yang dilakukan oleh Lear.

Membanjirnya Karya dan Pemikiran Yunani dan Munculnya Mitos Klasik

Di era Renaissance, karya dan pemikiran para ilmuwan dan filosof Yunani, bahkan mitos Yunani klasik mulai masuk ke Inggris dan disambut baik oleh masyarakat sehingga menjadi bahan bacaan utama.

Hal ini juga menjadi pengayaan materi cerita drama King Lear. Ketika mengusir Cordelia, Lear bersumpah demi Dewa Apollo, dia tidak sudi lagi melihat Cordelia.

Menurut mitologi Yunani Klasik Apollo itu dewa cahaya dan kesehatan. Banyak sekali umpatan-umpatan yang menyebut dewa tergambar dalam drama King Lear.

Selain unsur mitos, unsur natural materialistic seperti air, bumi, udara dan api yang jika dikelola dengan baik akan mendatangkan manfaat dan jika dirusak akan menghadirkan petaka yang didengungkan oleh Empedocles juga mewarnai pola fikir masyarakat Inggris.

Jadi, fakta yang terjadi pada era renaisance juga tergambar jelas dalam karya fiksi drama King Lear ini.

Konklusinya, jelaslah bahwa fakta dan fiksi dalam karya sastra tidak dapat di pisahkan karena sastra itu produk sosial yang merefleksikan kehidupan nyata.(*)

Bagikan Berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *