IAINUonline – Ratusan mahasswa Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama (IAINU) Tuban menjalani yudisium Minggu (8/10/2023) siang. Acara digelar di aula KH Hasyim Asy’ari kompleks kampus IAINU Tuban di Jalan Maunggal Tuban.

Fakultas terdiri dari 3 prodi yakni Pendidikan Agama Islam (PAI), Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PIAUD) dan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI). Sebanyak 242 mahasiswa yang diyudisium sebanyak 236 mahasiswa angkatan 2023 dan sisa mahasiswa angkatan sebelumnya.

Yudisium diisi dengan orasi ilmiah yang disampaikan Prof. Dr. H. Haris Supratno Rektor Universitas Hasyim Asy’ari Jombang. Hadir juga Ketua BPP IAINU Tuban K.Miftahul Asror yang juga memimpin doa penutup kegiatan. Dalam orasinya Prof. Haris banyak mengupas tentang kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang memberikan mahasiswa kesempatan untuk belajar lebih banyak di luar kampus.

‘’Mahasiswa bisa belajar di luar materi kuliah dalam jurusan yang diambil. Jadi, ada kesempatan untuk belajar lebih banyak dengan beragam pengetahuan,’’ ujarnya.

Sebenarnya untuk dalam kurikulum sebelumnya, mahasiswa juga sudah diberik kesempatan untuk belajar di luar kampus. Misalnya adalam praktek pengalaman lapangan (PPL), praktek kerja lapangan (PKL) atau praktek industri (PI). Hanya, waktunya terbatas, sekitar 2 sampai 3 bulan saja. Atau hanya 4 SKS.

‘’Kalau sekarang MBKM, belajar di luar kampus sampai satu semestes atau 20 SKS. Jadi waktunya lebih panjang,’’ jelasnya.

Kemudian yang menjadi masyarakat salah faham adalah untuk MBKM menulis skripsi tidak lagi menjadi wajib. Masyarakat menganggap skripsi dihilangkan, padahal sebenarnya tidak. Hanya, mahasiswa bisa membuat pilihan, untuk tugas akhir mau menulis skripsi atau tidak. ‘’Atau skripsi diganti dengan tugas lain. Bukan menghilangkan skripsi sama sekali,’’ ungkapnya.

Melihat peserta yudisium yang kebanyak perempuan, Prof Haris mengaku salut. Sebab, ini membuktikan bahwa perempuan juga bisa mempunyai peran dalam masyarakat, terutama dalam pendidikan. Padahal jaman dulu, perempuan dianggap sebagai ‘konco wingking’ atau hanya melakukan kegiatan di dapur.

Ini, kata dia, menunjukkan bahwa Rasululllah berhasil mengangkat harkat dan martabat perempuan, sehingga punya peran dan kesempatan yang sama. Sebagai calon-calon pendidik, lulusan IAINU Tuban harus punya peran dan nilai lebih di masyarakat.

‘’Inilah kader-kader NU yang terpelajar dan calon-calon pemimpin masa depan. NU tidak lagi bisa dipandang ndeso, karena sudah maju. Boleh tempatnya di desa namun pemikiran, wawasan, kreatifitas dan ide sudah sangat maju,’’ tandasnya.

Sementara Dekan Fakultas Tarbiyah IAINU Tuban Muslimin M.Pd mengucapkan selamat pada para peserta yudisium. Dia mengatakan, untuk sampai yudisium mahasiswa harus menyelesaikan tugas berat dan pernuh perjuangan.

‘’Semua ingin menjalaninya dengan bahagia, namun tidak bisa semuanya bisa berjalan bahagia, karena banyak tantangan yang harus dijalani. Intinya untuk sampai di sini ada perjuangan dan doa dari para mahasiswa. Sekali lagi selamat,’’ tuturnya.

Perwakilan peserta yudisium Nadia Aliyatul Zilfa mengucap syukur karena perjalannya studinya akhirnya bisa sampai pada yudisium. Dia menyebut banyak drama yang harus dilalui. Untuk skripsi saja misalnya, drama yang dilalui mulai dari kesulitan mencari kata-kata, bahkan sampai drama bisa tanda tangan pembimbing dan lainnya.

Setelah ini, tantangan yang dihadapi semakin besar karena harus kembali  terjun ke masyarakat. Lulusan IAINU Tuban harus bisa menebar manfaat dan menjadi bermanfaat di masyarakat. Meski tidak sempurna dia mengatakan akan berusaha untuk menjadi yang terbaik di masyarakat.

‘’Tidak ada yang sempurna karena sempurnaan hanya milik Allah. Namun kalau mencari menantu yang saleh dan shalihah maka di sini tempatnya para menantu idaman. Mohon doa restu agar kami bisa mengamalkan ilmu yang kami dapatkan selama ini,’’ katanya.(*)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *