KELOMPOK 1 : Mahasiswa KKN IAINU Tuban Kelompik 1 di DEsa Dikir, Tambakboyo
IAINUonline – Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama (IAINU) Tuban Kelompok 1 yang bertempat di Desa Dikir, Kecamatan Tambak boyo, Kabupaten Tuban disambut baik oleh warga desa setempat.
Kelompok 1 KKN-T 2023 IAINU ini diketuai oleh Rifa’i dari Prodi PAI dan dibimbing oleh DPL (Dosen Pembimbing Lapangan) Aufi Imaduddin, S.H.I., M.H. Sebelum memulai kegiatan KKN, DPL beserta sejumlah warga Desa Dikir melaksanakan pembukaan kegiatan di Pendopo Desa Dikir, Kamis (03/08/2023)
Pembukaan KKN-T ini dimulai pukul 10.00 yang dihadiri Kepala Desa beserta perangkatnya, Kepala KB Tiara Bunda, Kepala TK Elyta Dwi Putra, Kepala SDN Desa Dikir, Kepala TPQ, Ketua Ranting Nahdlatul Ulama (NU) Desa Dikir, Ketua Fatayat, Ketua Muslimat, Karang Taruna beserta warga Desa Dikir.
Kelompok 1 KKN IAINU ini meminta ijin untuk berkegiatan di lingkungan sekitar dan dapat menjalankan program kegiatan yang sudah direncanakan untuk direalisasikan kepada masyarakat desa.
Kegiatan KKN-T tahun 2023 yang bertema ‘Semangat Memupuk Moderasi Beragama’ dengan fokus pada bidang pendidikan, keagamaan, kemasyarakatan dan kewirausahaan.
Dalam sambutannya, Kades Dikir menyampaikan, bahwa kehadiran mahasiswa KKN-T IAINU Tuban ini diharapkan dapat memberikan inovasi kepada lembaga pendidikan di Desa Dikir dan mampu berkolaborasi dengan masyarakat sekitar.
Sedang Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) menyampaikan agar mahasiswa khususnya Kelompok 1 di Desa Dikir ini berupaya untuk menjaga sebaik mungkin almamater yang di bawanya.
Sehingga institusi akan mendapat respon baik dari masyarakat setempat dan juga meminta masyarakat setempat untuk mengingatkan sekaligus menegur jika mahasiswa KKN-T di Desa Dikir berbuat kesalahan, kemudian DPL membuka KKN-T di Desa Dikir secara resmi.
Sebelum pembukaan tim KKN-T sudah melakukan wawancara dengan Takmir Masjid Desa Dikir tentang sejarah Desa Dikir. Dijelaskan, asal usul nama Desa Dikir diambil dari lafadz dalam bahasa arab “Adz-Dzikru” yang berarti mengingat Allah.
Pemberian nama ini bermula pada kisah sahabat Kanjeng Sunan Bonang yaitu Syeikh Ali Ibrahim berasal dari Gujarat, India. Konon dulu desa ini masih terpencil dengan penduduk yang sedikit yang masing-masing penduduknya juga memeluk agama yang berbeda-beda.
Sebagian penduduk ada yang memeluk agama Islam, namun masih sangat minim. Kemudian datanglah para waliyullah untuk menyiarkan agama Islam. Sedikit demi sedikit, dan sudah menjadi kebiasaan para waliyullah yaitu “uzlah” (menyendiri) untuk berdzikir (mengingat Allah) dengan tujuan “taqarrub” (mendekatkan diri pada Allah).
Sama halnya seperti yang dilakukan Syeikh Ali Ibrahim. Setiap selesai syi’ar, selalu menuju tempat-tempat peristirahatan untuk salat dan berdzikir pada Allah. Hingga pada suatu saat salah satu warga yang sedang mencari ikan di sungai dengan menggunakan jala, dan seorang temannya yang sedang mandi di sungai itu.
Ketika mereka bertemu dan kemudian berbincang-bincang akhirnya mereka melihat keberadaan Syeikh Ali Ibrahim yang sedang berdzikir di sebelah barat sungai dengan berjubah putih dan bertasbih.
Selang beberapa waktu Syeikh Ali Ibrahim menghampiri orang itu dan bertanya pada orang itu. Dan orang itupun menjawab bahwa mereka kehausan dan mencari sumber mata air bersih untuk minum.
Kemudian Syeikh Ali mengajak orang itu ke sebelah timur sungai dan tongkat Syeikh Ali ditancapkan ke tanah lalu dicabut dan berkatalah Syeikh Ali “galilah lubang iri..!!dan minumlah air dari sumber ini..!!” . Sampai sekarang sumber itu masih ada, dan orang-orang sering menyebutnya dengan sebutan “sumur lempung”.
Singkat cerita, akhirnya para wargapun penasaran dengan orang tersebut yang begitu sakti sehingga pada setiap hari Jumat, orang-orang menunggu kedatangan Syeikh Ali di tempat dzikiran itu.
Dan pada kemudian hari pada saat Syeikh Ali sedang berdzikir, datanglah Kanjeng Sunan Bonang yang menemui Syeikh Ali dan bertanyalah Sunan Bonang pada Syeikh Ali “Desa apakah ini..?”, Kemudian Syeikh Ali menjawab “ini Desa Dzikir, sebab tempat ini adalah tempat berdzikir”.
Hal itu disaksikan oleh banyak warga sehingga akhirnya orang-orang menyebut desa ini dengan sebutan Desa Dikir.
Kisah ini diperkuat dengan adanya “Batu Keramat” yang juga terletak di petilasan dzikiran itu. Banyak warga dulu yang menyaksikan keberadaan batu keramat itu. Tapi kini batu keramat itu sudah hilang karena perbuatan orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Mungkin batu itu sekarang ada di museum atau entah ke mana karena batu keramat itu termasuk barang antik yang keramat. Semua ini terjadi karena kehendak Allah dan di balik semua ini tentu ada hikmah yang sangat besar. (*)
Penulis : Tim Kelompok 1 KKN Temarik IAINU