IAINUonline – Membaca konteks pendidikan dualisme memiliki makna yang sama yaitu pemisahan antar pendidikan umum dari pendidikan agama. Dalam buku dualisme sistem pendidikan di Indonesia yang memisahkan antara pendidikan umum dan pendidikan agama. Yang mana sebelum adanya politik etis di nusantara telah ada agama hindu dan budhha. Yang bersamaan mempersatukan figure syiwa dan budhha sebagai satu sumber maha tinggi. Dan pada masa itu juga bangsa Indonesia juga sudah mengenal yang namanya pendidikan, walaupun zaman itu pelajaran yang di pelajari bukan seperti pelajaran sekarang. Seperti di dalam sejarah abad ke-7 M agama islam mulai masuk ke wilayah nusantara. Dengan cara menyiarkan lah pendidikan agama islam tersebar luas. Cara menyebarkan cukup sederhana mulai dari jual beli, perkawinan dan dakwah. Dari beberapa sistem penyebaran yang terpenting adalah pengenalan membaca syahadat. Dan dilanjut dengan pengenalan solat lima waktu. Semakin meningkat orang islam maka di buat lah sisitem pendidikan langgar, sistem pendidikan di pesantren. Dalam sistem pendidikan langgar itu hanya belajar tentang dasar ilmunya, apabila ingin memperdalam ilmu agamnya harus pergi ke pesantren. Namun, banyak orang belum mengetahui tentang pesantren. Abad ke-13-14 M barulah pesantren di kenal di nusantara. Pesantren sampai sekarang masih berkembang dengan baik dan selalu menekankan tafaqquh fiddin yang mempunyai watak berbeda dengan lembaga lainnya. Satu sisitem pendidikan yaitu pendidikan barat. Pendidikan yang di hadirkan pertama kali oleh Portugis yang mana pendidikan ini mengajarkan bersifat keagamaan. Tapi, bukan agama islam yang diajarkannya.

Dengan berjalannya waktu akhirnya muncullah setelah munculnya politik etis. Yang mana pemerintah colonial mengubah sisitem pendidikan dengan memberikan corak kebelanda-belandaan bagi sekolah di kelas satu. Namun pemerintah colonial memberikan pendidikan bagi Indonesia sebagai tanda perhatian, namun tujuan colonial pemerintahan tak tercapai. Di karenakan membutuhkan anggaran belanja yang cukup banyak. Mengejutkan pada tanggal 8 Maret 1942 pemerintah colonial meyerahkan tanpa syarat kepada bala tentara jepang. Yang membuat Indonesia ada di bawa kekuasaan Jepang. Setelah dikuasai Jepang, banyak sekali perubahan mulai dari penghapusan dualisme pengajaran di sekolah pemerintah, pemakaian bahasa Indonesia sebagi bahasa resmi dalam proses pendidikan. Pemakaian bahasa Indonesia sebagai pengantar dalam dunia pendidikan ternyata masih diberlakukan setelah Indonesia merdeka. Bahkan, sampai sekarang belum ada yang namanya perubahan.

Politik etis sendiri memiliki makna kebijakan resmi pemerintah colonial hindia belanda selama empat decade dari tahun 1901 sampai penduduk jepang tahun 1942. Pada tahun 1901 diumumkannya bahwasannya belanda menerima tanggung jawab etis untuk kesejahteraan rakyat colonial mereka.

Promblematika bangsa Indonesia. Setelah Indonesia dinyatakan merdeka maka segala urusan ketatanegaraan seluruhnya diatur oleh bangsa Indonesia sendiri. Banyak bekas jajahan yang diwarisi Indonesia seperti kelembagaan sosial dan politik, dan juga termasuk lembaga-lembaga pendidikan. Dualisme sistem pendidikan yang merupakan pengejawantahan dari politik devide et impera ( politik pecah belah ) dan juga politik asosiasi pemerintah colonial belanda, berjalan denagn efektif. Dampak negatif dari dualisme sistem pendidikan yang diciptakan pemerintah colonial belanda, mulai melentur.

Seperti yang dikatakan Cholis Madjid “ Seandainya negeri kita ini tidak mengalami penjajahan tentulah pertumbuhan sistem pendidikan di Indonesia akan mengikuti jalur-jalur yang ditempuh pesantren-pesantren itu sehingga perguruan tinggi tidak berupa UI, ITB, UGM, UNAIR, dan lain-lain, tetapi mungkin “Universitas” Tremas, Krapyak, Tebuireng, Bangkalan, Lasem, dan seterusnya.

 

Penulis : Intan Nirmala, anggota Saung Art-Ma

Editor : Kumaidi

Bagikan Berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *