Oleh : Shofiyullahul Kahfi

Surat Luqman adalah Surat ke-31 dalam Al Qur’an dan surat ini banyak diketahui, yang sering disebut dengan Kisah Luqman. Ada bebarapa bagian ayat ini yang didedikasikan untuk seorang ayah yang bernama Luqman yang memberikan nasehat kepada anaknya

Ini secara keseluruhan berisi percakapan antara seorang ayah dan anaknya, yang kemungkinan besar terjadi di dalam rumah mereka. Saat mereka sedang bepergian bersama, atau ketika melakukan sesuatu bersama. Tak ada orang lain, tidak ada alat perekam, dan tidak ada seorang pun yang mendokumentasikannya. Hanya Allah yang mendokumentasikannya.

Kisah Luqman ini kiranya terjadi sehari-hari, dan menjadi bagian dari kehidupan kita. Sebenarnya apa yang diajarkan Luqman kepada putranya, itu bukan semata seorang ayah yang sedang berbicara kepada putranya, bisa juga ini orang yang berpengaruh sedang bicara pada seseorang yang ada di bawah pengaruhnya.

Tdak menutup kemungkinan seorang bos adalah ayah dari karyawannya, seorang majikan adalah ayah bagi para pembantunya dan seterusnya para ayah yang sedang membimbing anak-anak pengaruhnya. Karena satu percakapan ini begitu penting, Allah menetapkan ini sebagai petunjuk yang akan didapat manusia, sampai hari kiamat, menjadi bagian dari percakapan tersebut.

Jadi apa yang dia katakan kepada anaknya?pada ayat 13 Allah menceritakan:

‎ وَإِذْ قَالَ لُقْمَـٰنُ لِٱبْنِهِۦ وَهُوَ يَعِظُهُۥ (Luqman [31]:13) “Ketika Luqman menoleh kepada putranya. Di saat dia sedang memberinya petuah dan nasehat,” Dia berkata kepadanya, يَـٰبُنَىَّ Anakku..Anakku tersayang.. لَا تُشْرِكْ بِٱللَّهِ  “Jangan menyetarakan siapapun dengan Allah.” Jangan menyamakan siapapun dengan Allah. Percakapan itu sebenarnya bukanlah tentang syirik semata, bukanlah tentang penyembahan berhala saja. Percakapan mereka dalam ayat ini adalah tentang rasa syukur. Kita bisa memahami dari sudut pandang bahasa. Ada kontras syirk (شِرْكٌ) dan syukr (شُكْرٌ) pada ayat sebelumnya (أن أشكر لله).

Ada permainan kata.. dan ada juga hal penting yang perlu kita perhatikan. Allah beritahu kita (kalau kita menyimak rentetan ayat sebelumnya) bahwa inti dari hubungan kita dengan Allah, sebenarnya adalah rasa syukur,

(وَلَقَدۡ ءَاتَیۡنَا لُقۡمَـٰنَ ٱلۡحِكۡمَةَ أَنِ ٱشۡكُرۡ لِلَّهِۚ وَمَن یَشۡكُرۡ فَإِنَّمَا یَشۡكُرُ لِنَفۡسِهِۦۖ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِیٌّ حَمِیدࣱ)

Lantas Bagaimana cara kita memahami ayat ini?

Dalam ayat ini Allah juga memberitahu bahwa inti dari tidak syirik itu adalah bersyukur Bersyukurlah, Bersyukurlah, Bersyukurlah pada Allah,” Hal tersebut sangat penting karena kita akan berada pada situasi.. dimana kita akan berhadapan dengan suatu permasalahan. لَقَدْ خَلَقْنَا ٱلْإِنسَـٰنَ فِى كَبَدٍ (Al-Balad [90]:4) “Allah menciptakan manusia susah payah, sibuk dalam pekerjaan dan kesulitan, stres, permasalahan, depresi, dan kecemasan. Ada banyak permasalahan di sekitar kita setiap waktu dan kapanpun kita diliputi oleh permasalahan. Masalah keuangan, masalah kesehatan, masalah keluarga, masalah pribadi, masalah pekerjaan, pendidikan, masalah harga diri, dan berbagai macam masalah lainnya.

Dan kita tenggelam dalam masalah-masalah itu, kita sibuk dengan hal-hal negatif, dan ketika kita disibukkan dengan hal-hal yang negatif kita tidak akan bisa memikirkan mengenai hal-hal yang perlu disyukuri. Itu hal yang mustahil. Kita tidak bisa tenggelam dalam pikiran-pikiran negatif dan bersyukur secara bersamaan.

Dua hal tersebut tidak bisa dilakukan bersamaan. Satu-satunya cara agar kita bersyukur adalah jika ada sesuatu yang baik terjadi pada diri kita atau setidaknya kita menyadari ada hal yang baik terjadi pada kita. Seseorang yang memberi kita hadiah, kita ucapkan terima kasih.

Itu hal yang mudah, tidak sulit. Jadi, yang dapat dipelajari dari ayat ini adalah Luqman telah membiasakan dirinya hidup… untuk selalu mengatakan kepada dirinya sendiri, bagaimanapun situasinya, aku harus bisa temukan dalam hidupku, apa yang bisa aku syukuri pada saat ini.

Dan jika kita berhenti sejenak dan berpikir apa yang seharusnya dapat kita syukuri… Ini sebenarnya sangat sulit. Tak peduli seberapa banyak ilmu yang kita miliki, tak peduli seberapa panjang jubah kita atau seberapa rapat hijab kita menutupi, hal ini tak ada kaitannya dengan tampilan luar keislaman kita.

Hal ini adalah sesuatu yang terjadi di dalam hati kita. Jadi bisa saja kita hafal Al Qur’an, kita bisa saja miliki seluruh ilmu di dunia tapi, rasa syukur tak ada di sana karena kita selalu negatif. Kita selalu mengeluh. Kita selalu mencari-cari apa yang salah di sekitar kita misalnya.

Saya tak bahagia dengan hubungan yang saya jalani, saya tak bahagia dengan anak-anak saya, saya tak bahagia dengan orang tua saya, saya tak bahagia dengan teman-teman saya,  tempat tinggal saya, pekerjaan saya, dengan pakaian yang saya pakai, saya tak puas dengan penampilan saya, saya tak puas dengan pendidikan saya dan lain sebagainya.

Itu semua adalah perilaku orang yang tidak memiliki rasa syukur dan ini adalah sikap yang wujud dalam keseharian. dan kemudian Allah berfirman,” وَمَن يَشْكُرْ

فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِۦ Bersyukurlah kepada Allah, dan siapapun yang bersyukur, maka sungguh ia bersyukur untuk dirinya sendiri.

Ini cara-Nya memberitahu kita bahwa apa yang Dia ajarkan saat ini bukan hanya tentang Luqman. Allah berfirman, “Dan siapapun yang bersyukur,” Yang artinya, bukan hanya Luqman, “Siapapun yang belajar dari ini lalu bersyukur..,” “maka sebenarnya dia melakukannya untuk (kebaikan) dirinya sendiri.” فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِۦ “Kamu melakukannya untuk dirimu sendiri.”

Intinya tidak bersyukur adalah bentuk kesyirikan. Seolah-olah bagi Allah, kafir adalah dua hal. Orang yang tak percaya Allah dan orang yang tak bersyukur. Bisa kita bayangkan? Orang yang tak percaya Allah, dan yang tak bersyukur sama saja.

Itulah mengapa orang yang selalu bersyukur tak bisa jadi orang yang berbuat syirik. Begitulah, karena jika kita baik pada Allah, kita tak mungkin berbuat syirik. Semoga Allah عَزَّ وَجَلَّ lindungi kita dari kesyirikan karena kita tak mau selalu bersyukur. Semoga Allah عَزَّ وَجَلَّ jadikan kita sebagai orang yang senantiasa bersyukur. dan jadikan kita termasuk orang-orang yang mampu menanamkan rasa syukur pada anak-anak kita.(*)

 

Bagikan Berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *