Oleh : Jamal Ghofir

 Kita memahami bahwasanya keanekaragaman merupakan fitrah kehidupan. Dengan kefitrahan tersebut kita dituntut untuk mengkaji lebih dalam dan selanjutnya mentransformasikan dalam kehidupan. Keanekaragaman ciptaaan yang hadir di bumi Nusantara merupakan khazanah yang seyogyanya dilestaraikan dan dijaga dengan keutuhan idiologi yang kuat dan moderat, agar terciptanya sebuah keharmonisan umat manusia.

Kesucian yang hadir pada ruang kehidupan jangan sampai ternodai dengan adanya pemahaman yang menisbikan pada kemutlakan doktrin yang telah lama diajarkan pada setiap umat beragama.

Sebagaimana yang sudah dijelaskan oleh Nurkolis Majid bahwasanya agama, baik itu agama samawi, agama filosofis dan semua sistem lainnya, selalu mengasumsikan kemutlakan (doktrin) di samping metode yang tertuang dalam sistem ajaran, ritual dan tuntunan.

Dalam kemutlakannya itu, suatu agama berfungsi sebagai pegangan dan tuntunan hidup yang memerlukan kadar kepastian yang tinggi, dan memberikan kepastian itulah fungsi pegangan atau tuntunan.

Agama dalam maknanya yang paling esensial merupakan mengkonsepsikan satu pemahaman tentang pesan akan nilai-nilai universal sebagai rahmat seluruh umat dan bukan kekerasan maupun peperangan yang terkandung di dalamnya. Semangat inilah yang dikandung oleh setiap agama mengajarkan kedamaian, cinta kasih dan jauh dari kekerasan.

Rentannya konflik yang berlatar belakang agama telah menjadikan problem kemanusiaan semakin jauh dari penyelesaian. Karena tindakan destruktif yang dilakukan manusia sering kali mengatasnamakan agama, maka agama lambat laun akan kehilangan ruh sucinya yang berakhir pada kaburnya nilai-nilai kemanusiaan yang dikandungnya.

Perbedaan Fitrah Kehidupan

Kehidupan manusia tidak akan  terlepas dari perbedaan  keyakinan terhadap Tuhan. Dalam hal ini kita dapat menelusuri bagaimana konsep berteologi masyarakat Nusantara sebelum adanya agama Islam. Mereka merupakan masyarakat yang relegius dan meyakini adanya kekuatan besar yang menaungi alam raya.

Selanjutnya disusul keyakinan Kapitayan, Hindu, Budha, Islam, Kristen, Konghucu dan keyakinan lainnya. Keragaman tidak hanya pada ruang telogis namun juga pada suku, ras, dan budaya. Oleh karena itu, keragaman merupakan sunnatullah yang harus disikapi dengan kearifan.

Sebagaimana ditegaskan juga dalam agama Islam : “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. Q.s. Al-Hujurat : 13”

Sangatlah jelas bahwasanya fitrah penciptaan yang beranekaragam menuntut kita untuk berkreasi dan berinovasi dalam pengimplementasian ajaran yang menjadi pegangan umat Islam. Saling mengenal atau dalam tradisi Islam bersilaturrahim merupakan ujung tombak dalam menciptakan sebuah kerukunan dan keharmonisan.

Saling mengenal antara satu budaya dengan budaya yang lain akan menciptakan sikap saling menghargai dan menghormati. Begitu juga dalam berteologi, perbedaan keyakinan tidaklah menjadi penghalang dalam menciptakan kerukunan dan keharmonisan.

Sebagaimana dijelaskan oleh James Keene bahwasanya agama mengajarkan persatuan dan perdamaian umat, melahirkan sikap saling menghormati dan menghargai. Dalam rangka mewujudkan persatuan umat manusia, maka diperlukan kesatuan kemanusiaan dan kesejahteraan.

Hal ini menjadi penting bahwasanya kesadaran diri pada ruang keragaman dan perbedaan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam sebuah penciptaan. Dan manusia beragama seyogyanya mengambil peran dalam pengimplementasian ajaran guna mewujudkan tatanan kehidupan yang mengedepankan nilai-nilai tasammuh dalam keragaman.

Dakwah dalam Keragaman

Islam merupakan agama dakwah yaitu agama yang menegaskan umatnya untuk menyebarkan dan menyiarkan kepada seluruh umat manusia secara arif dan bijaksana. Sebagai agama yang rahmatan lil alamin Islam dapat menjamin akan terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan umatnya, manakala ajaran Islam dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan benar sebagaimana yang telah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW.

Dalam menyampaikan dakwah,  Nabi mengedepankan  kelembutan dan tanpa paksaan. Nabi Muhammad SAW telah meletakkan pondasi yang sangat elegan dalam membangun peradaban. Sebagai tolok ukur perdaban manusia yang mengedepankan nilai-nilai humanisme dan toleransi.

Keragaman beragama merupakan fitrah  kehidupan manusia. Semua agama  mengajarkan terbentuknya harmoni  sosial yang diupayakan melalui  semangat toleransi, kebersamaan,  menghilangkan prasangka dan  solidaritas.

Sejarah kehidupan Nabi Muhammad SAW merupakan praktek nyata dari minhāj dakwah, maka dari itu, kita dapat mengambil intisari dari dakwah yang telah diterapkan oleh Nabi Muhammad SAW dan merumuskan dasar-dasar dakwah yang diaplikasikan dalam konteks masyarakat majemuk di Indonesia.

Minhāj dakwah Nabi Muhammad SAW merupakan satu-satunya kerangka acuan yang tidak dapat ditinggalkan oleh seorang da’i yang mengharapkan keberhasilan dakwahnya demi keselamatan dunia dan akhirat. Dengan memegang teguh apa yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam melaksanakan dakwah di tengah-tengah masyarakat yang plural di Madīnah agar tidak terjadi penyelewengan dan penyimpangan yang mengatasnamakan agama.

Oleh karena itu, keberadaan Islam sebagai sebuah agama yang memiliki pegangan kitab suci yang harus dijalankan sungguh-sungguh oleh pemeluknya. Di antaranya adalah menghormati perbedaan dalam kemajemukan baik budaya, tradisi, dan kearifan lokal yang ada.

Sangatlah penting, hal ini dikarenakan keberadaan Islam memiliki misi yang mulia yaitu membangun sebuah kebudayaan dan peradaban yang lebih bermartabat. Islam hadir dengan pemahaman keagamaan yang menjunjung tinggi tradisi dan budaya.

Dengan akar budaya yang kuat dan dilandasi spiritualitas yang kokoh akan tercipta keselarasan kehidupan antarkomponen masyarakat yang saling menghargai dan menghormati pada perbedaan kehidupan yang ada. Begitu juga halnya kehidupan dalam keragaman pada ruang pendidikan terutapa di kampus.

Dialektika Keragaman di Perguruan Tinggi

Keragaman yang terjadi pada kampus merupakan hal yang wajar. Hal ini dikarenakan keberadaan mahasiswa berangkat dari latar belakang yang beragam. Suku, ras, tradisi dan agama yang berbeda.  Mahasiswa merupakan bagian dari komunitas kaum muda terdidik yang merupakan kelompok strategis perubah peradaban serta potensial sebagai pengemban misi profetis dimasa yang akan datang, perlu kita perhatikan dengan seksama.

Mereka jumlahnya sedikit akan tetapi sejarah telah mencatat bahwa perubahan yang ada di negeri ini dan dunia, berawal dari keberanian diri mereka untuk menghadapi tantangan dan kecerdasan intelektual mereka yang mendorong terwujudnya konsolidasi gerakan dimanapun berada.

Keberadaan mahasiswa dengan beragam karakter yang dimilikinya, merupakan kekuatan besar terciptanya komunitas terdidik yang membawa misi perdamaian. Oleh karena itu, potensi yang demikian besar seyogyanya ditopang dengan keberadaan mata kuliah yang khusus sebagai bekal mereka dalam menjalani kehidupan di tengah-tengah masyarakat yang beragam nantinya.

Multikulturalime memberi ruang  bagi perbedaan untuk eksis dan berhak mendapat space di ruang publik dan hak yang sama untuk menjadi diri mereka sendiri di satu pihak dan kehendak untuk saling menghormati.

Pendidikan keislaman multikultural yang dihadirkan di tengah-tengah masyarakat akan menjadi pegangan dikala permasalahan-permasalahan hadir dan memberikan ruang alternati dalam penyelesaiannya.

Oleh karena itu, keterikatan Islam, budaya, kearifan lokal dalam perspektif pendidikan Islam multikultural, merupakan racikan kedewasaan leluhur dalam memahami dan menyikapi keanekaragaman tradisi, budaya di Nusantara untuk generasi penerusnya. Kewajiban kita saat ini adalah terus menjaga dan mengembangkan tradisi budaya dan kearifan lokal agar senantiasa lestari di bumi pertiwi Nusantara ini.

Relasi agama dan budaya merupakan dua kekuatan yang dapat membentuk sebuah tatanan kehidupan yang berperadaban. Dengan tetap melestarikan nilai-nilai tradisi budaya, dan kearifan lokal. Ditopang semangat nilai-nilai spiritualitas ajaran agama yang dihadirkan di tengah-tengah kemajemukan masyarakat. Multikulturalisme pada dataran realitas adalah fakta kehidupan yang wajib untuk dijaga.

Kesadaran inilah yang harus diperkuat dalam diri setiap mahasiswa. Betapa pentingnya sebuah kesadaran dalam keanekaragaman dalam menciptakan kerukunan dan keharmonisan. Sebagaimana disampaikan oleh Masdar bahwasanya para penganut agama mereka memainkan perannya  dalam membangun harmoni sosial di lingkungannya  melalui ajaran agamanya.

Syiar Islam menyentuh aspek implementasi dengan  melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat berdampak  pada orang lain sehingga dapat melahirkan  kerukunan di masyarakat. Implementasi ajaran agama dapat membentuk  kebersamaan, solidaritas, menanamkan kebaikan,  menghilangkan prasangka dan menciptakan  perdamaian dan harmoni antar sesama.

Keragaman beragama merupakan fitrah  kehidupan manusia. Semua agama  mengajarkan terbentuknya harmoni  sosial yang diupayakan melalui  semangat toleransi, kebersamaan,  menghilangkan prasangka dan  solidaritas. Oleh sebab itu, sangatlah penting pemberian materi pada mahasiswa.

Baik nilai-nilai ilahiyah spiritualitas menjadi pegangan dan nilai-nilai insaniyah menjadi rujukan dalam menciptakan keharmonisan dalam kemajemukan.  Adapun nilai insaniyah di antaranya adalah silaturrahmi (pertalian rasa cinta kasih antar sesama manusia), al-ukhuwah (semangat persaudaraan), dan al-musawah (semua manusia sama dalam harkat dan martabat),

Juga al-adalah (wawasan yang seimbang dalam memandang, menilai, dan menyikapi sesuatu), husnudzan (berprasangka baik kepada sesama manusia), dan insyirah (sikap menghargai orang lain dengan pendapat dan pandangannya). Apabila komponen insaniyah ini menjadi rujukan dalam implementasi kurikulum di dunia kampus. Maka akan tercipta insan-insan cendekia yang memegang teguh prinsip ajaran agama dalam menapaki jejak langkah kehidupan dalam keragaman.(*)

Bagikan Berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *