IAINUonline – Kasus pernikahan usia dini di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. Indonesia saat ini menempati urutan ke-7 di dunia dan menempati posisi ke-2 di Asean. Dari data Pengadilan Agama atas permohonan dispensasi pernikahan usia dini, tahun 2021 tercatat 65 ribu kasus dan tahun 2022 tercatat 55 ribu pengajuan.

Pengajuan permohonan menikah pada usia dini lebih banyak disebabkan oleh faktor pemohon perempuan sudah hamil terlebih dahulu dan faktor dorongan dari orangtua yang menginginkan anak mereka segera menikah, karena sudah memiliki teman dekat/pacaran.

Atas kedaruratan kondisi pernikahan dini di Indonesia, maka Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) bekerjasama dengan PUSKAPA (Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak) Universitas Indonesia, Ikatan PIMTI Perempuan Indonesia serta Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyusun Risalah Kebijakan Pencegahan Perkawinan Anak Untuk Perlindungan Berkelanjutan bagi Anak.

Sebagai upaya pencegahan pernikahan usia pernikahan dini Pemerintah mengupayakan melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Undang Undang ini menjadi harapan terkait berbagai upaya pencegahan atau penghapusan pernikahan usia dini di Indonesia.

Perubahan mendasar regulasi iin, yaitu adanya perubahan usia minimal perkawinan menjadi 19 tahun untuk kedua calon mempelai. Sebelum UU ini direvisi batas usia minimal pengantin perempuan adalah 16 tahun dan pengantin laki-laki 19 tahun. Selain diskriminatif, Undang-Undang yang lama telah menempatkan anak perempuan sebagai korban utama praktik pernikahan usia dini.

Saat ini Pemaksaan Pernikahan Anak merupakan salah satu bentuk kekerasan seksual sebagaimana yang tertera dalam UU 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan seksual dan mendapat hukuman 9 tahun penjara serta denda 200 juta.

Mahasiswa KKN IAINU Tuban kelompok 3 yang bertugas di Desa Mander Kecamatan Tambakboyo ikut peduli kondisi tersebut. Sehingga mahasiswa mengadakan sosialisasi pentingnya pendidikan dan pencegahan pernikahan usia dini di desa setempat.

Acara digelar senin, 21 Agustus 2023 bertempat di balai Desa Mander mulai pukul 10.00 – 11.30 dengan tema “Ciptakan Mimpi, Bukan Ikatan Dini, Pernikahan Bukan Solusi, Pendidikan adalah Kunci” dengan materi yang disampaikan oleh H. Ainul Yaqin, S. Ag. Sosialisasi ini dilaksanakan berawal dari cerita salah satu tokoh masyarakat yang mengatakan maraknya pernikahan usia dini di Desa Mander Kecamatan Tambakboyo Kabupaten Tuban. Acara ini dihadiri oleh perwakilan dari ibu-ibu PKK beserta sebagian perangkat desa Mander.

Kepala Desa Mander menyatakan, pemerintah desa siap bersinergi dan mendukung penuh program sosialisasi pentingnya pendidikan dan pencegahan pernikahan usia dini di desa yang dia pimpin.

‘’Agar berkurangnya pernikahan di usia dini dan meningkatkan semangat untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi,’’ katanya.

Pemateri Ainul Yaqin, S. Ag. Menjekaskan,  terdapat beberapa pemicu yang menjadi alasan maraknya pernikahan usia dini. Di antaranya adalah adat dan budahuku (Persepsi orang lain dan Tradisi perjodohan), kurangnya  pemahaman agama, gaya pacaran yang beresiko dan ekonomi dan pendidikan yang rendah. Kemudian emosional remaja (pernikahan yang dilandaskan atas dasar nafsu), celah hukum (pemalsuan data usia mempelai)

Pernikahan dini bisa berdampak antara lain dai segi Kesehatan bisa menjadi penyebab keguguran, kematian janin dan bayi, kanker mulut rahim dan stunting. Sedang segi sosial di antaranya : putus sekolah dan kehilangan masa remaja, melonjaknya angka kemiskinan, tingginya angka perceraian, menyempitnya lapangan pekerjaan, murahnya upah pekerja, rawan KDRT dan meningkatkan pengangguran dan kriminalitas.

Beberapa yang bisa diupayakan terhadap pencegahan dari maraknya pernikahan usia dini antara lain ; pengawasan orang tua terhadap anak, menghidupkan nilai-nilai agama di masyarakat, kelonggaran dan celah hukum harus ditutup, memperjelas alasan dan ijin orang tua, mengedukasi orang tua dan anak tentang bahaya pernikahan dini. Juga memperpanjang wajib belajar, konseling serta menyediakan lapangan kerja.

Upaya yang dilakukan pemerintah salah satunya melalui Kementrian Agama melakukan beberapa upaya pencegahan dari pernikahan usia dini dengan penasehatan, penolakan, suscatin (Kursus Calon Pengantin) dan konseling keluarga.(*)

 

Penulis : Nurul Qifayah/Dina Kamila

Bagikan Berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *