IAINUonline – Perhetalan Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama (NU) sudah selesai dengan riang gembira. Perbedaan pandangan dan aroka kontestasi yang mewarnai sebelum Muktamar digelar berubah menjadi keguyuban dan keakraban.

Proses peralihan estafet kepemimpinan Nahdlatul Ulama dalam Muktamar ke-34 NU berjalan dengan lancar dari KH Said Aqil Siroj kepada KH Yahya Cholil Staquf. Muktamar berlangsung dengan aman, damai, serta riang gembira sekali pun masih dalam pembatasan akibat pandemi dan dilakukan dengan persiapan yang serba singkat.

Kepengurusan baru akan menjalankan amanat program muktamar yang diputuskan oleh muktamirin. Secara konsisten dari muktamar ke muktamar berikutnya, bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi selalu menjadi program prioritas.

Hal tersebut juga telah menjadi kesadaran umum bagi pengurus NU di tingkat pengurus besar sampai ke tingkat ranting. Apalagi NU telah segera memasuki abad kedua dalam situasi perubahan dunia yang sangat cepat sebagai buah dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Visi lima tahun ke depan ini juga tercermin dalam tema muktamar Kemandirian dalam Berkhidmat untuk Peradaban Dunia yang kemudian dielaborasi dalam keputusan-keputusan muktamar dalam komisi program, organisasi, dan rekomendasi. Ketika muktamar usai, maka kerja-kerja organisasi segera menanti pengurus baru.

Dalam kepemimpinannya pada periode 2010-2021, Kiai Said Aqil telah melakukan banyak inisiatif dalam bidang pendidikan, yaitu pendirian sejumlah perguruan tinggi NU baru. Namun, lembaga pendidikan tinggi NU tersebut masih perlu melakukan berbagai penataan agar mampu memberikan layanan pendidikan yang lebih baik kepada warga NU.

Dengan puluhan ribu lembaga pendidikan tingkat dasar dan menengah, NU mesti memiliki lembaga pendidikan tinggi sebagai jenjang pendidikan lanjutan. Dengan demikian, warga NU dapat memilih lembaga pendidikan yang memiliki karakter ke-NU-an yang lebih kuat dalam seluruh tingkatan.

Lembaga pendidikan tinggi sekaligus sebagai wadah berkiprah bagi para akademisi dan intelektual NU yang sekarang jumlahnya membludak. Selanjutnya, mimpi Nahdlatul Ulama untuk memiliki banyak layanan kesehatan yang bisa melayani warga NU belum sepenuhnya sesuai harapan.

Ada sejumlah rumah sakit atau klinik kesehatan yang dibangun, tetapi jumlah dan kualitasnya masih jauh dari target yang diharapkan. Kesehatan yang baik menentukan kualitas hidup. Apalagi dalam muktamar ke-34, NU membahas Perhimpunan Dokter NU (PDNU) sebagai badan otonom baru yang nantinya akan menjadi tulang punggung sumber daya manusia dalam bidang kesehatan NU.

Tantangan terbesar NU yang belum berhasil diatasi selama ini adalah bidang ekonomi. Masih banyak sekali warga NU yang hidup dalam kemiskinan atau bahkan ada yang hidup dalam kondisi kemiskinan ekstrem. Kondisi ekonomi berdampak pada aspek kehidupan dasar lainnya, seperti pendidikan dan kesehatan.

Rakyat Indonesia merupakan orang-orang yang ulet, pekerja keras, dan tangguh. Namun kebijakan ekonomi negara tidak berpihak kepada rakyat banyak. Upaya memperjuangkan kebijakan yang pro poor inilah yang terus menjadi agenda NU.

Beberapa wilayah dan cabang NU telah memiliki unit bisnis yang dapat memberi layanan kepada umat sekaligus memberi dukungan finansial kepada organisasi, seperti keberadaan lembaga keuangan mikro yang dikelola oleh NU di Jatim. Pengembangan unit usaha seperti ini akan memperkuat dakwah NU.

Dalam pidato pertamanya sebagai ketua umum PBNU, Gus Yahya menyatakan adanya dua agenda besar, yaitu membangun kemandirian warga dan meningkatkan peran NU dalam mendukung perdamaian dunia.

Ia juga menyampaikan bahwa sudah banyak rintisan yang dilakukan dan ke depan adalah bagaimana menjahit berbagai inisiatif tersebut. Upaya akselerasi dalam menjalankan program-program prioritas NU salah satunya adalah menjalin sinergi dengan pemerintah.

Menurut Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang, Jawa Tengah itu, terkait dengan kontribusi dalam perdamaian dunia, NU telah berhasil melakukan berbagai macam inisiatif yang semakin diapresiasi oleh masyarakat internasional.

Hal ini sudah terbukti dari catatan panjang kiprah NU dalam upaya menciptakan perdamaian di Palestina, Afghanistan, Thailand Selatan, Mindanao, dan wilayah lainnya. Nahdlatul Ulama telah berhasil melakukan regenerasi kepemimpinan secara reguler yang kini berjalan setiap lima tahun sekali.

Proses pengaderan dan penyiapan para pemimpin terus berlangsung dari zaman ke zaman. Kader IPNU, Ansor, dan berbagai badan otonom lain serta lembaga NU saat ini merupakan para pemimpin NU untuk 20-30 tahun ke depan. Kelebihan memperjuangkan sebuah visi yang dilakukan secara organisatoris adalah terkait keberlanjutannya.

Perjuangan yang sifatnya individual akan berhenti ketika yang bersangkutan meninggal, namun jika dikelola dalam wadah organisasi yang melibatkan banyak orang, maka cita-cita besar dapat diteruskan dari generasi ke generasi, disegarkan strateginya dari zaman ke zaman yang terus berubah.

Dengan semakin bertambahnya usia NU, ini berdampak pada semakin baiknya sumber daya manusia yang dimiliki. Rata-rata tingkat pendidikan warga NU semakin tinggi dan semakin beragam keterampilan yang dimiliki.

Maka sudah selayaknya kinerja dan layanan organisasi NU menjadi lebih baik. Namun, di sisi lain, peningkatan kualitas warga dan kesejahteraan warga NU berdampak pada semakin tingginya tuntutan layanan yang lebih baik dari organisasi.

Kepemimpinan kali ini merupakan estafet dari kepemimpinan sebelumnya, dan mereka yang memimpin kali ini suatu ketika akan meneruskan pada generasi berikutnya. Terima kasih, Kiai Said, yang tak kenal lelah telah mengabdikan dirinya untuk kebesaran NU. Selamat kepada Gus Yahya yang telah mendapatkan amanah untuk meneruskan perjuangan kepemimpinan NU. Menjadi tugas bersama kita untuk menjaga warisan yang telah diberikan oleh pendahulu dan mengembangkannya menjadi lebih baik di masa depan.(*)

 

Sumber : nu.or.id

Reditor : Sri Wiyono

Bagikan Berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *