Oleh :  Irfa’I A. Mubaidilla

Pasangan kekasih menjalin cinta di sebuah desa kecil, jauh dari keramaian namun sejuk penuh kasih sayang. Umi dan Abi, panggilan akrab mereka di lingkungan masyarakat. Umi sebagai ibu rumah tangga dan abi berjalan berkeliling sebagai tulang punggung keluarga.

Banyak yang bertanya kenapa Umi di depan dan Abi selalu dipanggil berikutnya. Mari kita ingat bersama, ada istilah al-ummu madrasatul ula wal abu mudiruha, jika kita bawa ke bahasa kita, kurang lebih artinya ibu adalah sekolah pertama dan bapak adalah kepala sekolahnya.

Umi percaya jika pendidikan dasar yang baik dimulai dari rumah. Setiap hari umi mengajarkan kejujuran dan kebaikan, mengajarkan tenang dan tidak mudah kaget akan segala hal yang terjadi.

Mengajarkan berbuat sesuatu semaksimal mungkin, semampu kita, tidak perlu yang sempurna, namun yang terbaik. Awalnya, sang anak sering bertanya, “kenapa mi, kita melakukan segala hal cukup yang terbaik?, padahal bisa toh sekali jalan langsung sempurna?”, umi menjawab, “kenapa cukup lakukan yang terbaik, saat kita memaksakan untuk yang sempurna, kita akan kehilangan yang terbaik, nak”.

Umi dan Abi selalu bercerita tentang kebaikan-kebaikan saat ada kumpul keluarga. Semua kebaikan akan abadi dan hal yang kurang baik akan mengurangi keabadian itu.

Langkah dalam pengembangan pendidikan tentunya benar dimulai dari rumah. Karena lingkungan awal, terdekat dan terlama adalah keluarga. Terlepas dari ajaran apapun, siapapun dan kapanpun, kegiatan keluarga dimulai dengan komunikasi sosial (sikap).

Abi sebagai kepala sekolah, pada istilah al-ummu madrasatul ula wal abu mudiruha, mengingatkan dan selalu pastinya selalu terngiang. Sikap (akhlak) adalah penentu arah keseharian, sebagaimana tinggi ilmu kita tanpa sikap (akhlak), bagai pohon tanpa bunga.

Abi punya bayangan, karena dulu kita ada sebab orang lain, maka sebisa mungkin, nanti kalian juga semangat dalam berbuat kebaikan untuk orang lain.

Banyak saudara Umi dan Abi bertanya, “sudah ada sekolah, kenapa masih terus mengawasi kegiatan anaknya?”, sejatinya anak tetaplah anak, seberapa banyak, seberapa jauh dan seberapa besar usia, ilmu dan segala hal yang dimiliki, tetap dipandang anak kecil bagi Umi dan Abi.

Umi dan Abi harus menjadi inner circle yang baik, sehingga kelak anak-anak dapat mengaktualisasi kebaikan mesti berada di luar jangkauan Umi dan Abi.

Ada hadist Mbah Kanjeng Nabi Muhammad, yang dikutip dari Bukhari dan Muslim yang sesuai dengan hal tersebut, yaitu “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” Jadi, Umi dan Abi ingin menanamkan kebaikan, hal-hal positif bagi anak-anak Umi dan Abi.

Dalam perkembangan pendidikan, 3 hal yang perlu kita ingat bersama. Pendidikan dalam tahap pengenalan (pondasi awal) adalah pendidikan di keluarga, tahap penguatan adalah pendidikan di lembaga dan tahap implementasi (dampak) adalah pendidikan di masyarakat.

Alur jalannya pendidikan tersebut berakhir pada manfaat umat, yang mana sesuai dengan ajuran Nabi Muhammad SAW, yaitu “Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain”, diriwayatkan oleh al-Tabrani dalam Mu’jam al-Awsath dan Iman Ahmad.

Kita melihat dan percaya bahwa semua anak sama, yang terlahir tanpa busana dan hanya tangisan suara. Umi dan Abilah nanti yang memberikan warna, arahan dan bertanggungjawab akan semua.

Maka dari itu, Umi dan Abi berusaha untuk memberikan kehidupan yang terbaik bagi semuanya. Umi dan Abi memberikan support pendidikan yang baik, walau Umi dan Abi belum baik. Umi dan Abi memberikan dukungan, memberikan saran yang terbaik, walau Umi dan Abi belum baik.

Umi dan Abi percaya, perkataan Imam Al-Ghazali, “Didiklah anakmu 25 tahun sebelum ia lahir.” Hal termaksud adalah mengenai perencanaan. Beratnya memberikan pendidikan pada anak itu tidak akan bisa dipikul jika tanpa persiapan yang tepat dan memadai.

Pendidikan mulai dari TK sampai nanti perguruan tinggi, adalah pilihan anak. Pendidikan seperti apa dan bagaimana adalah pilihan-pilihan yang tidak bisa Umi dan Abi paksa.

“Tidak mungkin, Umi dan Abi menyarankan hal yang di luar kemampuan, karena pendidikan itu bukan untuk menggapai cita-cita Umi dan Abi yang dulu. Pendidikan itu untuk survive sampean sendiri.”

Waktu berlalu, pesan tetap menyatu. Pendidikan awal sebagai pondasi di keluarga, sangat kuat menyatu dan pengaruh kuat dalam hari-hari. Pesan Umi dan Abi yang dipegang kuat, dilaksanakan menjadikan sukses dan bijak dalam kehidupan.

Kita tumbuh dengan pendidikan yang cukup baik untuk akademik dan non akademik. Segala hal yang tercapai hari ini, adalah bukti kasih sayang, nasihat dan doa Umi dan Abi. Tetap semangat dan berbuat yang terbaik, adalah pesan berpendidikan yang berharga untuk membentuk diri.(*)

Bagikan Berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *