IAINUonline – Asesmen yang ada dalam kurikulum merdeka harus dilaksanakan dan direncanakan dengan baik. Karena asesmen adalah salah satu bagian dari proses pendidikan. Asesmen juga mempunyai peranan penting dalam perkembangan anak didik. Sebab, asesmen adalah memotret proses anak didik dalam menerima dan menjalani proses belajarnya.
Hanya, di lapangan, tak sedikit guru yang belum faham soal pentingnya asesmen, sehingga tak melakukannya dengan baik, bahkan ada yang mengabaikan. Para guru cenderung tak mau repot, sehingga hanya melihat hasil akhir anak didik lalu melakukan penilaian tanpa melihat dan memerhatikan proses yang sudah dilalui anak didik.
Persoalan itu mengemuka dalam seminar yang digelar gabungan mahasiswa progam studi (prodi) Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama (IAINU) Tuban. Acara yang digelar di aula KH. Hasyim Asy’ari kampus IAINU Tuban di Jalan Manunggal itu menghadirkan dua narasumber, yakni Siti Umi Khoiriyah M.Pd.I, Reviewer (Asesmen Kompetensi Guru dan Tenaga Kependidikan) AKGTK Madrasah Nasional dan Dr.Sukarman, M.Pd.I dari Unisnu Jepara.
Uraian di atas adalah temuan Siti Umi Khoiriyah, M.Pd.I. sebagai guru dan mantan kepala madrasah. Dia menyatakan diri sebagai praktisi yang melaksanakan dan memraktekkan teori-teori pendidikan. Terkait asesmen yang diamanatkan dalam kurikulum merdeka, Umi, yang juga alumni IAINU Tuban itu menemukan fakta-fakta tersebut.
Seminar ini mengambil tema “Peningkatan Kualitas Pembelajaran melalui Pengembangan Kurikulum dan Assesmen yang Berkelanjutan”. Seminar dibuka Dekan Fakultas Tarbiyah IAINU Tuban M.Mundzir, S.E, M.A.
Umi mengatakan, meningkatkan kualitas pendidikan melalui pengembangan kurikulum sangat penting. Sebagai praktisi dia sudah memraktekkan di lapangan, bagaimana kurikulum yang tepat akan membawa dampak keberlanjutan pada anak didik.
Dalam kurikulum merdeka ada asesmen pembelajaran yang harus dilakukan. Hanya, keberhasilannya memang bertahap, ada prosesnya. Guru dan siswa harus tahu tujuan pembelajaran, sehingga siswa tahu kenapa harus belajar ini, belajar itu. Proses harus dilalui untuk bisa melakukan penilaian secara menyeluruh.
‘’Hanya di lapangan ini banyak dilupakan, asesmen bukan sekadar komponen untuk mengisi rapor, tapi proses yang harus dilalui,’’ ujarnya.
Menurut dia, ada tiga pokok persoalan yang sering terjadi di lapangan. Pertama adalah penilaian hasil belajar hanya pada kemampuan kognitif, sedang proses tidak dihargai, kemudian remidi berkelanjutan dan guru hanya fokus pada hasil akhir bukan prosesnya.
‘’Beberapa istilah penting harus dimengerti. Dulu ada evaluasi dan penilaian sekarang ada asesmen yang sebenarnya menitikberatkan pada prosesnya, hasilnya muncul belakangan. Setelah penilaian seharusnya ada evaluasi. Karena penilaian dan evaluasi itu beda maknanya,’’ urai dia.
Menurutnya banyak guru menganggap asesmen adalah hasil akhir, padahal itu bagian dari proses pembelajaran. Banyak guru tidak mau repot hingga hanya mengambil hasil akhirnya. Padahal asesmen harusnya dirancang dengan baik hingga bisa memunculkan penilaian yang menyeluruh. Yang pada akhirnya bisa melakukan evaluasi. Fungsi asesmen dalam pembelajaran, jelas Umi, adalah diagnostik, formatif dan sumatif.
‘’Guru diberi keleluasaan kapan akan melakukan asesmen sesuai kurikulum merdeka. Tapi di lapangan karena begitu banyaknya mata pelajaran, sering asesmen jadwalnya padat, siswa sehari bisa menjalani 3 asesmen kasihan anak didik,’’ ungkapnya.
Selain itu, Umi juga menemukan minimnya pendampingan untuk guru yang melakuian asesmen. Jika kepala sekolah atau madrasah tidak memahami pentingnya asesmen sangat miris. Karena kasek harus supervisi dan mendampingi guru dalam asesmen.
Umi juga prihatin karena tidak semua guru punya kemampuan untuk melakukan asesmen yang baik. Membuat soal saja masih belum mampu memaksimalkan potensi daya dan pola pikir anak didik.
‘’Solusinya adalah ada supervisi, kontrol, ada feedback pada guru dan ada refleksi,’’ katanya.
Sementara Dr.Sukarman, M.Pd.I lebih banyak menjelaskan soal refleksi pembelajaran dalam kurikulum merdeka. Kurikulum, katanya, harus diadaptasi sesuai dengan kondisi.
Kurikulum perlu diadaptasi ? kurikulum merdeka adalah kurikulum yan disesuaikan dengan daerah dan lokasi satuan pendidikan berada. Kondisi sosial masyarakat, karakteristik masyarakat dan lainnya menjadi pertimbangan.
‘’Kurikulum harus disesuaikan kondisi setempat, karakter dan kemampuan belajar anak dalam belajar juga beda-beda. Belajar bedasarkan fase, tidak dibatasi per kelas. Sebelum ngajar guru harus merancang pembelajaran,’’ jelasnya.
Dekan Fakultas Tarbiyah M.Mundzir,M.A, dalam sabutannya meminta para mahasiswa mengikuti seminar serius. Seminar itu sejalan dengan tema harlah ke-36 IAINU Tuban, yakni ‘merawat jagat, membangun peradaban’. Untuk membangun peradaban kuncinya di pendidikan, pendidikan harus ada kurikulum.
Mundzir menyebut di Tuban tingkat SDM warganya masih kalah dengan daerah lain, masih nomor 5 dari bawah. Maka kualitas pendidikan harus ditingkatkan. Kurikulum harus bisa beradaptasi dengan perkembangan jaman.
‘’Tolong bener-bener diperhatikan materi yang disampaikan, bagaimana kurikulum yang baik untuk daerah Tuban. Karakter dan tradisi Tuban seperti apa, ini harus menkadi bagian dalam perencanaan kurikulum,’’ pesannya.
Sedang mewakili panitia penyelenggara Riswanda Arneta Pratiwi dari Himpunan Mahasiswa Prodi (HMP) mengatakan, seminar itu itu gelar untuk memberi bekal pada para mahasiswa sebagai calon pendidik tentang pentingnya pengembangan kurikulum.
‘’Pendidikan yang baik dan berkualitas bisa untuk menyiapkan generasi muda yang tangguh,’’ ujarnya.(*)